Oleh: Anatasia
Barisan.co – Dilansir dari Kompas.com, sejumlah orangtua murid kembali menumpahkan kekecewaan atas sistem jalur zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021 di Jakarta. Kali ini, mereka memasang karangan bunga di depan Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Berdasarkan pantauan Kompas.com di lokasi, terdapat sejumlah tulisan seperti “Terima kasih pak Gubernur dan Ibu Disdik, anda sudah menghilangkan generasi yang cerdas, dengan kebijakan cerdas”. Selain itu, ada juga tulisan “RIP pendidikan di Indonesia. Dari anak-anak lulusan angkatan yang kecewa”.
Ada beberapa hal yang perlu disorot tentang sejumlah karangan bunga tersebut. Pertama, soal biaya. Harga satu karangan bunga jika melihat cek di internet hampir Rp500 ribu. Di masa pandemi ini seharusnya kita lebih berhemat karena banyak di antara kita yang tidak kehilangan pendapatan. Kok bisa-bisanya mengeluarkan uang yang cukup besar untuk karangan bunga tersebut
Kedua, soal lokasi pengiriman. Seharusnya bukan ke balaikota melainkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (KemenDikBud), Senayan. Kenapa? Karena DKI Jakarta hanya mengikuti aturan yaitu PPDB jalur zonasi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB. Ketiga, bukan hanya DKI saja yang menerapkan sistem zonasi. Di kota-kota lain pun sama. Namun, kenapa hanya DKI yang dibesar-besarkan?
Seorang netizen, Faruk Muhammad (2/6) menuliskan status tentang biaya sekolah di Pemalang, Jawa Tengah.
Biaya penerimaan sekolah negeri di Pemalang rata-rata 3jtaan – 6jtaan. Gratis? Itu hanya ilusi meski gubernurnya ngomong sampe berbusa tetep kita harus bayar.
Kalo gak bayar ya lolos seleksi administrasi~
Udah mondok aja.
Masalah pendidikan sendiri tertuang dalam pasal 31 UUD 45 ayat (1) Setiap warga berhak mendapat pendidikan, dan ayat (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Namun, hal yang perlu disoroti seringkali diabaikan. Urgensi seringkali teralihkan oleh kebencian yang terlampaui menutupi akal sehat.
Sebaiknya, pemerintah menegaskan bahwa sistem zonasi ini memang kebijakan dari pemerintah pusat yaitu Kemendikbud agar daerah tidak lagi terkena imbas akibat mengikuti aturan pemerintah. Dan alangkah baiknya jika pusat memberikan ruang bagi daerah untuk menetapkan kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi sebenarnya yang terjadi. Karena bagaimanapun, daerah lebih tahu permasalahan yang terjadi dibandingkan pusat.
Selain itu juga, perlu adanya pengetatan aturan yang menjelaskan bahwa sekolah negeri khusus untuk anak-anak yang kurang mampu, dan bagi yang mampu bersekolah di swasta agar tidak adanya ketimpangan. Namun yang menjadi persoalan adalah beberapa orang yang mampu lebih memilih di sekolah negeri dengan berbagai alasan. Sehingga, yang kurang mampu tidak memiliki kesempatan.
Jika dicermati, sistem zonasi ini sebenarnya memberikan kesempatan bagi yang berusia lebih tua untuk mendapatkan pendidikan formal dan tidak ada lagi sekolah favorit. Semua rata, semua bisa untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Namun, kita juga perlu untuk menyorot hal seperti yang diutarakan oleh Faruk Muhammad melalui statusnya. Tidak semua sekolah negeri itu gratis dan pemerintah harus menindaklanjuti persoalan ini juga. Bukan hanya menunggu laporan dan keributan baru bertindak. (Red)