BARISAN.CO – Kata “maneh” belakangan ini menjadi perbincangan usai salah seorang guru honorer di Cirebon, Jawa Barat, Muhammad Sabil Fadhilah, menuliskan komentar di unggahan Instagram Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Sabil mengaku spontan saja komentar Instagram Ridwan Kamil. “Dalam zoom ini, maneh teh keur (anda itu sedang) jadi Gubernur Jabar atau jadi Kader Partai atau pribadi?” komentar Sabil.
Komentar Sabil pun mendapat tanggapan dari Kang Emil dan dijadikan komentar yang disematkan sehingga warganet lain bisa ikut melihat komentarnya. Komentarnya berada di urutan teratas. “Ceuk maneh kumaha (menurut Anda gimana)” jawab Kang Emil.
Kang Emil pun menulis pesan (DM) ke akun Instagram SMK Telkom Sekar Kemuning. “tidak pantas seorang guru seperti itu”.
Akibatnya, di hari yang sama, Selasa (14/3), Sabil dipecat dari pekerjaannya sebagai guru dengan Surat 422/025/YMU-SK/III/2023 tentang Pengakhiran Hubungan Kerja.
Meski pemberhentian Sabil sebagai guru sempat dibatalkan, dia diberi kesempatan kembali untuk mengajar.
Akan tetapi, Sabil yang telah merasa tidak enak hati memilih untuk tidak melanjutkan pengabdiannya di SMK tempatnya mengajar selama ini.
Arti kata ‘maneh’
Dalam kamus bahasa Sunda, maneh berarti kata ganti orang kedua yaitu kamu atau kau. Meski demikian, dalam tatanan bahasa Sunda, kata Maneh bisa mengandung makna berbeda jika salah penerapan. Khususnya terkait dengan sopan santun bahasa.
Kata Maneh sendiri dalam penggunaannya masih dalam batas wajar. Kata maneh bahkan sudah lumrah digunakan masyarakat Sunda dalam perbincangan sehari-hari dengan rekan sebaya atau seumuran ataupun satu lingkungan.
Hanya saja, kata maneh memang tidak disarankan untuk digunakan kepada orang tua atau kepada orang yang lebih tua dengan pertimbangan sopan santun yang juga menjadi nilai-nilai masyarakat Sunda.
Dosen Program Studi Sastra Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Dr Gugun Gunardi, M.Hum menerangkan, kata maneh biasanya digunakan kepada orang yang sudah sangat akrab dan berada di dalam obrolan non formal.
Menurut dia, penggunaan maneh di lingkungan formal sekalipun dengan orang yang sudah akrab sekali, masih kurang tepat. “(Sebagai gantinya) Bisa menggunakan sapaan: Bu, Pak, Kang, Ceu, Teh, dan ditambah nama yang bersangkutan,” pungkasnya.
Permasalahannya, penggunaan bahasa Sunda di setiap daerah di Jawa Barat juga berbeda-beda, khususnya terkait makna kasar atau halus. Jika di Bandung dianggap kasar, maka belum tentu masyarakat Jawa Barat lain seperti di Bekasi, Cikarang, Bogor, ataupun Cirebon memaknai dengan cara yang sama. [rif]