Scroll untuk baca artikel
Blog

Keadilan

Redaksi
×

Keadilan

Sebarkan artikel ini

KEADILAN dimulai saat engkau tidak menganak-emaskan diri. Tidak menganggap diri warga negara istimewa, merasa diri paling tahu segalanya, dan di hadapanmu yang ada hanya manusia liliput yang bodoh dan kerdil. Bahwa bangsa dan negara ini akan menjadi baik andai ada di tanganmu, sambil menisbikan arti pemimpin dan pemerintah.

Terlebih saat teriakanmu menggelegar gendang telinga jutaan anak muda, sambil menuding pemimpin sebagai penguasa hilang jiwa — pinjam istilah Chairil Anwar dalam sajak “Huesca”. Lalu sehari kemudian engkau membacakan larik sajak si binatang jalang: sekali tanganku lemah terkulai.

Dalam keterkulaian, engkau bertahbis, banyak yang terluka oleh teriakanmu. Tapi apakah engkau juga memafhumi, sakit manusia yang kau cerca dalam penamaan paling keji dan busuk. Atau kau akan mengulang dialog dalam drama Iwan Simatupang “Bulan Bujur Sangkar”: dicerca mungkin tidak, tapi dikasihani barangkali ya.

Ya, jutaan manusia yang terluka, dan orang per orang yang tersakiti bersama sanak saudara. Mungkin mereka melafal ucapan langit: mulut kamu harimau kamu, merekah kepala kamu. Mungkinkan ini cukup sebagai kesadaran menjelma penyadaran. Bahwa kau telah melakukan penghinaan besar terhadap seorang pemimpin, tapi kau tetap bergeming.

Bukankah engkau tahu, pemimpin adalah mereka yang menomorduakan dirinya dan menomorsatukan rakyat. Pemimpin bukan penguasa, bukan raja diraja, seperti yang kau gambarkan sebagai king penisbi keadilan. Bahwa ini negeri yang menolak adikuasa, super power, deksura.

Lihatlah engku mematung bagai Spink, tak melihat bahwa ada berapa orang yang berteriak sama. Terutama mereka yang telah terkurung tubuh dan sukma di dalam penjara. Tidakkah engkau menyadari, mata-mata mereka mengawasimu di balik jeruji besi.

O, mereka tak habis bertanya-tanya, betapa mereka tak lebih dari besi-besi berkarat, dan engkau terus menganggap dirimu anak emas. Bukankah engkau emas mulia, gumam mereka. Dan seorang sufi dalam kurungan itu, berkata: kalau aku sebagai engkau, maka aku akan berserah diri bersama kami dalam ujian kegelapan paling kelam ini.

Sebab kalau tidak, engkau telah menciderai keadilan.*