Hal demikian disampaikan pula oleh Ekonom Indef Bhima Yudhistira. “Kunci dari kebijakan ini adalah mendorong produk lokal berdaya saing, bukan barang impor. Perlu difokuskan pada produk lokal mengingat 70 persen lebih produk yang dijual di e-commerce adalah barang impor.” Katanya, mengomentari wacana pemerintah tersebut, Kamis (8/4).
Walaupun menyambut baik wacana subsidi ongkir, Bhima melihat kebijakan ini tidak akan secara masif mendorong konsumsi. Selain bahwa Indonesia agak sedikit terlambat dari Malaysia yang sudah lebih dulu memberikan subsidi ongkir, Bhima menilai perlu adanya bauran kebijakan lainnya di sektor industri manufaktur, serta kebijakan yang terkait dengan upaya mengenjot ekspor dan memanfaatkan penurunan bunga kredit.
Jelas bahwa subsidi ongkos kirim ini akan meningkatkan konsumsi produk daring. Tapi dampaknya terhadap perekonomian secara langsung barangkali tidak terlalu signifikan. Apalagi, ekonomi digital hanya menyumbang sekitar 2 persen terhadap struktur Produk Domestik Bruto Indonesia.
Pada gilirannya, sebagai upaya menjaga daya beli masyarakat, subsidi ongkir tetap perlu memperhatikan kesinambungannya dengan aturan lain.
Beberapa di antaranya, semisal, memastikan THR dapat diterima secara penuh oleh kalangan pekerja/buruh, mengendalikan kenaikan harga komoditas pangan untuk stabil dalam skala yang masih bisa ditoleransi kelas menengah ke bawah, serta mempercepat penyaluran bantuan sosial maupun Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 20 juta keluarga penerima manfaat. []