Kebutuhan spiritual anak menjadi hal terpenting yakni menanamkan nilai-nilai tauhid, seorang ahli ilmu saraf menemukan lokus bagi spiritualitas atau ber-Tuhan di bagian otak manusia
BARISAN.CO – Masa saat Rasulullah awal, yakni pada saat Beliau menyebarkan islam ke luar kota Mekah menuju ke Thaif. Perjalanan ini, Rasulullah ditemani sahabat Zaid bin Haritsah. Sesampainya di Thaif, Rasulullah menemui tiga orang pemimpin suku yang terpandang di daerah tersebut dengan harapan mereka akan mau menerima dan masuk Islam.
Akan tetapi, ketiga orang pemimpin ini justru tidak mau mendengarkan seruan Nabi Muhammad, bahkan di wilayah tersebut, ke manapun Rosulullah pergi selalu mendapatkan ejekan dari penduduk yang ada.
Setelah selama satu bulan di Thaif, Rasulullah dan Zaid bin Haritsah akhirnya diusir dari wilayah tersebut. Pengusiran tersebut juga diperburuk dengan dengan peristiwa pelemparan batu dan sahutan tepuk tangan mengejek oleh para penduduk Thaif, saat Rasulullah dan Zaid bin Haritsah masih dalam perjalanan yang tidak cukup jauh.
Namun demikian, Rasulullah yang memiliki akhlak mulia tidak sedikitpun marah ataupun membalas tindakan kaum Thaif. Sebaliknya, Rasulullah justru mendoakan, “Ya Allah, tunjukilah kaum ku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”
Berdasarkan sejarah tersebut, kita dapat mempelajari bagaimana Rasulullah mendidik ummatnya saat itu. Bahwa tidak hanya aspek lahiriyah saja, akan tetapi juga aspek nonlahiriyah yang menjadi sasaran dakwah Rasulullah. Tidak hanya pengajaran, nasihat, rangsangan dan ancaman, melainkan internal diri yang lebih intim, yakni melalui doa.
Hal inilah yang harus dicontoh pula oleh para orang tua dalam mendidik anak dalam sebuah keluarga. Dimana metode pendidikan dengan mendoakan anak begitu sangat penting, karena kewajiban untuk mendoakan anggota keluarga bersifat sirkular yang terus terhubung. Anak berkewajiban mendoakan orang tua dan orang tua juga punya kewajiban mendoakan anak.
Kebutuhan Spiritual Anak: mencerdaskan Otak Anak
Kebutuhan ber-Tuhan atau memiliki spiritualitas merupakan kebutuhan yang tidak bisa dipungkiri oleh setiap manusia. Terdapat keterkaitan secara langsung dan tegas antara kebutuhan tersebut dengan ketersediaan potensi ketuhanan dalam diri manusia, yaitu perangkat yang ada dalam otak manusia.
Pada tahun 1997, penelitian Prof. Vilyanur Ramachandran, seorang ahli ilmu saraf dari Universitas California San Diego telah menemukan lokus bagi spiritualitas atau ber-Tuhan di bagian otak manusia. Bagian otak ini adalah god spot yang berperan penting dalam perasaan-perasaan mistis dan spiritualitas. Bagian otak yang memberikan respons atas ajaran moral keagamaan dalam lobus temporal seseorang.
Dalam penelitian tersebut, dilaporkan empat hal penting. Pertama, osilasi 40Hz, ditemukan oleh Denis Pare dan Rudolpho Llinas, yang kemudian dikembangkan menjadi spiritualitas intelligence oleh Danah Zohar dan Ian Marsal. Kedua, alam bawah sadar kognitif yang ditemukan oleh Joseph deLouxdan kemudian dikembangkan menjadi emotional intelligence oleh Daniel Goleman serta Robert Cooper dengan konsep suara hati.
Ketiga, god spot pada daerah temporal yang ditemukan oleh Michael Persinger dan Vilyanur Ramachandran, serta bukti gangguan perilaku moral pada orang dengan kerusakan lobus temporal. Keempat, somatik marker (penanda somatik) oleh Antonio Damasio. Keempat bukti ini memberikan informasi tentang adanya keterhubungkaitan hati nurani dalam otak manusia, termasuk dalam otak seorang anak.
Pada masa pertumbuhannya, otak anak akan ikut berkembang dengan pesat, terutama pada tahun-tahun pertama pertumbuhan mereka, yaitu tahap “perkembangan emas.” Dengan demikian, bukan tanpa alasan jika para orang tua sesegera mungkin mengasah otak anak sejak dini.