Scroll untuk baca artikel
Blog

Keluaga Super dan Orang Tua Pendidik

Redaksi
×

Keluaga Super dan Orang Tua Pendidik

Sebarkan artikel ini

Dan konsisten dengan ketaksetujuannya ide kompetisi di sekolah, tak seperti keluarga lain, kumpulan piala prestasi anak anaknya tak dipajang di tempat terbuka di rumahnya sebagai aksesosis yang ‘wah’. Melainkan teronggok di gudang yang konon katanya pada rusak.

Dan kepada orang tua di keluarga itu, jangan tanya soal ‘resep’ bagaimana memenangkan putra-putrinya mengikuti kompetisi olimpiade. Tak ada resep khusus itu. Sebagai orang tua pendidik, yang dilakukan hanya membangun kultur belajar. Orang tua harus memberikan contoh bagaimana suasana rumah adalah iklim belajar. Itu yang dilakukan.

Kebetulan orang tua keluarga ini keduanya aktivis yang biasa dengan kegiatan diskusi dan membaca di rumahnya. Iklim belajar ini yang mungkin sedikit banyak menular ke anak-anaknya.

Saya mengenal keluarga ini karena kedua orang tua dalam keluarga ini adalah kawan aktivis sejak masa kuliah, bahkan sampai sekarang. Nama pasangan itu Awalil Rizky dan Ety Nurhayati. Mereka tinggal di Yogyakarta.

Kami biasa memanggi Mas Awalil dan Mbak Ety. Keduanya adalah senior waktu kami berkecimpung dalam organisasi. Jiwa pendidiknya sudah kami rasakan sejak kami berinteraksi sama mereka berdua.

Hampir semua junior kala itu merasakan bimbingan, atau setidaknya merasakan pencerahan dari mereka berdua. Kami semua mengakui kepintaran dan khazanah ilmu beliau. Tapi jauh dari soal kepintaran, mereka adalah pendidik yang sabar dan telaten dalam menemani kami para junior.

Dihadapan kedua pasangan ini kami mendapatkan perlakuan asih-asah-asuh. Mereka yang datang ke rumahnya, ada semacam rasa aman, baik secara intelektual maupun psikologis. Mereka tak segan berbagi ilmu dan pengalaman apa saja yang kami anggap penting. Mereka berdua adalah guru, mentor sekaligus orang tua bagi kami. Mungkin itu pula diperlakukan kepada putra-putrinya.

Sikap pendidik itu juga diperlihatkan Mas Awalil ketika dia saat ini dikenal sebagai seorang pemikir ekonomi di Indonesia. Banyak tulisan telah ia buat. Bahkan hampir tiap hari dia menulis tentang ekonomi Indonesia, sesuatu yang rasanya kecil dilakukan ekonom lain.

Sungguhpun begitu, dia menganggap dirinya hanya sebagai ekonom pembelajar. Dia terus belajar dan berbagi atas apa yang dia pelajari kepada siapa saja. Buku dan tulisannya dipublikasi secara terbuka, alias gratis, agar bisa dipelajari oleh siapa yang belajar ekonomi. Pernah dia diingatkan kolega mengapa ilmunya disebar begitu saja padahal proses pencariannya tak gampang?

Tapi di situ dia konsisten berdiri sebagai pendidik, ilmu bukan barang jualan. Ilmu harus disebarluaskan kepada mereka yang membutuhkan. []