Scroll untuk baca artikel
Blog

Kembali Ke Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN)

Redaksi
×

Kembali Ke Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN)

Sebarkan artikel ini

Pada masa reformasi dibawah pemerintahan Gus Dur, rumusan GBHN ditetapkan melalui Tap MPR No. IV/MPR/1999 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004. Rumusan GBHN dimasa reformasi ini berbeda dengan masa orde baru. Kalau GBHN pada masa orde baru selama ini dikenal sebagai haluan dalam pembangunan nasional. Sedangkan GBHN pada masa reformasi sebagai haluan dalam penyelenggaraan negara yang isinya ingin mewujudkan suatu masyarakat yang demokratis yang selama pemerintahan orde baru tidak pernah ada.

GBHN dimasa Gus Dur ini merupakan GBHN terakhir yang pernah eksis hingga akhirnya dihapus melalui amandemen ketiga dari empat kali amandemen UUD 1945.

PPHN dan Amandemen Terbatas

Di masa reformasi setelah GBHN dihapus lewat amandemen UUD 1945, sistem perencanaan pembangunan nasional tidak lagi menggunakan panduan haluan negara, namun, disusun berdasarkan visi misi calon presiden yang disampaikan pada saat kampanye pemilihan presiden. Sehingga sistem perencanaan pembangunan yang seperti ini bisa berpotensi menimbulkan ketidaksinambungan antara pembangunan yang dilaksanakan presiden satu dengan presiden lainnya.

Pada masa pemerintahan SBY yang mengusung perencanaan pembangunan dengan melaksanakan program strategis Master Plan Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi (MP3EI) salah satunya soal pembangunan infrastruktur, namun, di era pemerintahan Jokowi tidak dilanjutkan karena perencanaan pembangunanya sudah berbeda berdasarkan program Nawacita.

Begitupula perencanaan pembangunan yang dilaksanakan di pusat dengan pelaksanaan pembangunan di daerah terkadang terjadi ketidaksinkronan dan ketidakselarasan yang menyebabkan terjadinya perbedaan pandangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Masing-masing mempunyai perencanaan pembangunan sendiri-sendiri yang didasarkan pada visi dan misi calon presiden ataupun kepala daerah yang pernah disampaikan pada waktu kampanye.

Untuk menghindari ketidaksinkronan, dan ketidakselarasan perencanaan pembangunan dibutuhkan PPHN yang dapat memandu arah dan strategi pembangunan nasional baik dalam jangka pendek, menengah, dan panjang.

PPHN selain berisi perencanaan pembangunan nasional juga perlu mengakomodir perencanaan pembangunan lingkup daerah agar terjadi percepatan kesejahteran, pemerataan dan keadilan di tingkat daerah sesuai dengan amanat yang terkandung dalam cita-cita reformasi.

PPHN tidak hanya menjadi haluan bagi negara, namun juga menjadi haluan bagi daerah sehingga tercipta sinkronisasi pembangunan baik yang dicanangkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Karena pentingnya PPHN untuk meluruskan arah dan strategi pembangunan nasional yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. MPR perlu melakukan amandemen terbatas dengan mengembalikan PPHN dalam pasal 3 UUD 1945. MPR akan diberikan kewenangan kembali untuk menetapkan PPHN selain kewenangan untuk mengubah dan menetapkan UUD 1945.

Dalam amandemen terbatas ini jangan sampai berimplikasi kepada amandemen pasal-pasal lain yang bisa memperlemah dan merusak sistem presidensial yang sudah dibangun di masa reformasi. Seperti presiden dan wakil presiden akan dipilih MPR, Presiden kembali menjadi mandataris MPR, MPR akan kembali menjadi lembaga tertinggi negara, MPR bisa memberhentikan presiden jika melanggar pokok-pokok haluan negara.

Maka untuk menghindari bias amandemen terhadap multi pasal dalam UUD 1945 diperlukan kesepakatan dan kesepahaman bersama terkait pasal terkait PPHN saja yang akan diajukan untuk dibahas dalam amandemen kelima.

Namun begitu, terlaksana tidaknya amandemen terbatas ini tergantung kepada persetujuan 711 anggota MPR yang terdiri dari 575 anggota DPR dan 136 anggota DPD.