Tersebutlah dalam al-Furqon ayat 64, ciri khas orang baik itu adalah yang bermalam, yakni bersujud dan beribadah kepada-Nya. Sementara, ibadah selain qiyamul lail—seperti dermawan, zakat, sosial—sekali lagi Gus Baha menuturkan bahwa orang zalim pun melakukannya, preman pun biasa melakukan. Sehingga, ciri kesalehan khas Allah adalah kerelaan hati untuk terjaga di waktu malam. Mau bersujud kepada Allah di waktu malam. Suatu perilaku yang orang fasik pun enggan melakukan.
Bayangkan! Malam-malam, dalam dini hari yang dingin, sendirian tiada yang melihat, tiada yang memuji, tiada seorang pun yang mengundang. Kita bersujud murni lantaran panggilan jiwa kepada Allah swt. Karena takut yang sedemikian rupa kepada Allah, karena tamak kepada Allah. Sehingga tak aneh, sekira Imam Syafi’i, dan atau Imam Ghazali, menandaskan bahwa kemuliaan itu ditandai dengan sujud di malam hari. Dan sujud itu pula, yang kelak menjadi tanda kita di padang mahsyar. Pertanda bahwa kita benar-benar pengikut Nabi Muhammad saw.
“Makanya, Nabi Muhammad Saw pertama dakwah tidak disuruh bersedekah, tapi salat malam, ‘qumil laila illa qalilan, nisfahu awinqus minhu qalilan, auzid ‘alaihi …’.” tandas Gus Baha.
Kenapa? Bersedekah dan ibadah-ibadah sosial lainnya itu riskan meleset. Semula memang ikhlas, tapi lambat laun bisa berubah gawat. Berbeda dengan salat, tak akan mengarah pada keburukan. Sekira salat kita salah, paling banter hanya dihukumi tidak sah, tapi tetap diterima Allah. Karena semua bentuk sujud itu Allah suka, dalam hadis qudsi, Ia berfirman: “Neraka-Ku haram makan kening yang pernah dipakai sujud.”
Kemudian, Rasul Saw juga diperintah untuk bersabar setelah qiyamul lail: Washbir ‘ala ma yaquluna wahjurhum hajran jamilan (al-Muzzammil: 10). Karena menyabari orang itu akan gampang setelah kita memasrahkan diri pada Allah. Bahwa akhirnya seluruh dan setiap apa saja ini sungguh tak penting. Hanya Allah yang penting.
“Saya mengajar karena Allah. Tidak mengajar juga karena Allah. Semua itu karena Allah. Saya tak kepikiran, akan dihormati atau tidak oleh orang lain. Misal pengajian ini pun bubar, saya tak akan menyesal. Saya tak akan susah. Biasa saja.” ungkap Gus Baha.
Demikian.