Scroll untuk baca artikel
Berita

Ketergantungan Pemerintah pada BI, Awalil: Risiko Stabilitas Keuangan Meningkat

Redaksi
×

Ketergantungan Pemerintah pada BI, Awalil: Risiko Stabilitas Keuangan Meningkat

Sebarkan artikel ini
Ketergantungan Pemerintah pada BI
Ilustrasi

Bank Indonesia terus meningkatkan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) untuk menjaga stabilitas pasar, tetapi langkah ini memunculkan kekhawatiran akan risiko ketergantungan pemerintah pada bank sentral.

BARISAN.CO – Bank Indonesia (BI) kembali menjadi sorotan setelah menyepakati kebijakan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder pada tahun 2025.

Kesepakatan ini diumumkan melalui siaran pers bersama antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan pada 27 Desember 2024.

Kebijakan tersebut dinilai penting untuk menjaga stabilitas moneter, namun berpotensi meningkatkan ketergantungan pemerintah pada BI serta risiko sistem keuangan nasional.

Dalam keterangan resmi, pembelian SBN di pasar sekunder akan dilakukan melalui dua mekanisme, yakni dari pelaku pasar dan skema bilateral debt switch.

Skema ini memungkinkan SBN jatuh tempo ditukar dengan SBN reguler yang memiliki tenor lebih panjang dan dapat diperdagangkan di pasar.

Meski nilai pembelian tahun 2025 tidak disebutkan secara tegas, angka indikatif Rp150 triliun telah mencuat dalam berbagai diskusi sebelumnya.

kepemilikan bank umum atas nama sbn domestik diperdagangkan

Hingga 27 Desember 2024, Bank Indonesia telah menjadi pemegang SBN domestik terbesar dengan nilai mencapai Rp1.585,62 triliun, atau 26,25% dari total SBN domestik yang diperdagangkan.

Angka ini melonjak signifikan dibandingkan akhir tahun 2019, di mana kepemilikan BI atas SBN domestik hanya Rp273,21 triliun atau 9,93%.

Peningkatan ini tidak lepas dari kebijakan BI yang membeli SBN tidak hanya di pasar sekunder, tetapi juga di pasar perdana sejak tahun 2020.

Awalnya, pembelian di pasar perdana diperbolehkan berdasarkan aturan darurat pandemi Covid-19, tetapi kebijakan ini berlanjut meski pandemi telah mereda.

Pada tahun 2024, BI kembali membeli SBN di pasar perdana dengan nilai yang cukup besar, sekaligus mempertahankan aktivitas pembelian di pasar sekunder.

Upaya Kendalikan Volatilitas Pasar

Bank Indonesia mengklaim bahwa pembelian SBN bertujuan untuk mengendalikan volatilitas nilai tukar rupiah, suku bunga, dan inflasi. Selain itu, langkah ini juga dimaksudkan untuk menjaga stabilitas pasar Surat Utang Negara (SUN).

“Tanpa keterlibatan aktif BI, pasar sekunder SBN dikhawatirkan akan mengalami gejolak yang signifikan, yang dapat memengaruhi harga dan yield secara liar,” demikian pernyataan yang disampaikan dalam keterangan pers tersebut.

Meski demikian, ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menilai bahwa kepemilikan SBN oleh BI yang terus bertambah justru memperbesar risiko.

“Kepemilikan yang besar meningkatkan ketergantungan pemerintah pada BI dan berpotensi menghambat perbankan dalam penghimpunan dana serta penyaluran kredit ke sektor riil,” jelasnya kepada Barisan.co, Minggu (2/01/2025)

Sejak awal 2020, pemerintah semakin bergantung pada BI untuk membiayai defisit anggaran melalui pembelian SBN.

Awalil menyebut, kebijakan ini menciptakan persepsi bahwa SBN dijamin oleh BI, sehingga masih diminati oleh pelaku pasar. Namun, ketergantungan yang berlebihan ini dapat menjadi ancaman jika terjadi guncangan eksternal akibat kondisi ekonomi global.

“Sejauh ini, kepercayaan pasar masih terjaga, termasuk minat asing terhadap Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Namun, struktur utang pemerintah dan portofolio moneter BI tidak terlalu kuat untuk menghadapi risiko eksternal,” ungkapnya.

Dengan berakhirnya ketentuan darurat pandemi, Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) kembali memperbolehkan BI membeli SBN di pasar perdana.

Namun, pembelian tersebut hanya diperbolehkan dalam kondisi krisis dan untuk SBN berjangka panjang. Meski demikian, kebijakan BI pada tahun 2024 menunjukkan bahwa pembelian tetap dilakukan meskipun kondisi krisis tidak secara resmi dinyatakan.