Scroll untuk baca artikel
Khazanah

Khalid bin Walid Sahabat Nabi dengan Gelar Pedang Allah

Redaksi
×

Khalid bin Walid Sahabat Nabi dengan Gelar Pedang Allah

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Peradaban manusia mencatat banyak nama yang menggoreskan kisah di lembaran-lembaran zaman tentang keahlian militer yang layak ditiru. Di antara tokoh militer yang paling cemerlang adalah panglima Islam Khalid bin Walid radhiallahu ‘anhu. Ia berada di puncak para ahli strategi militer.

Kesimpulan itu berangkat dari kemampuannya menggetarkan benteng-benteng Persia dan Romawi dalam hitungan tahun yang singkat saja atas izin Allah-. Padahal dua kerajaan itu adalah kerajaan adidaya. Karena kepemimpinan militernya, Islam tersebar di Jazirah Arab, Iraq, dan Syam dengan mulia dan penuh wibawa.

Saking mengerikan dan hebatnya tipu daya (strategi) Khalid dalam berperang, sampai-sampai Abu Bakar memujinya dengan ucapan, “Demi Allah, orang-orang Romawi akan lupa dengan tipu daya setan karena (kedatangan) Khalid bin al-Walid”.

Abu Bakar radhiallahu ‘anhu juga mengatakan, “Para wanita tidak akan mampu lagi melahirkan seseorang seperti Khalid bin Walid”.

Kaum muslimin mengenalnya dengan sebutan Saifullah (pedang Allah). Sebutan itu melekat bermula saat Rasulullah menyebutnya demikian di hari keislamannya, “Engkau adalah pedang di antara pedang-pedang Allah yang Dia hunuskan kepada orang-orang musyrik”.

Khalid bin Walid: Perang Mu’tah

Di Perang Mu’tah perang yang terjadi pada tahun 8 H, 3000 pasukan Islam dikepung oleh 100.000 pasukan Romawi. Saat itu, tiga panglima pasukan kaum muslimin gugur di Mu’tah: Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah radiallahu ‘anhum. Kemudian orang-orang mengangkat Khalid bin Walid menjadi panglima.

Sadar dengan jumlah yang tidak sepadan, Khalid membuat taktik mundur yang begitu rapi. Gerakan mundur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga musuh takut untuk mengejar. Strategi yang unik, mundur dari medan perang, tapi musuh yang jumlahnya sangat besar, tersusun, dan bersenjata lengkap malah merasa ketakutan.

Sehingga mereka tidak berani mengejar. Kaum muslimin pun pulang dengan selamat. Bahkan, setelah peperangan, taktik itu memberikan ketakutan yang membekas. Pasukan romawi yang sebelumnya meremehkan kaum muslimin, kini melihat mereka sebagai musuh yang menakutkan.

Peran Besar Menghadapi Orang Murtad

Setelah Rasulullah Saw wafat, Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi pengganti beliau. Di masa itu, terjadi gelombang pemurtadan. Sebagian kabilah yang dulunya muslim, kemudian keluar dari Islam. Yang dulu, membayar zakat di zaman Nabi Saw, kini tidak lagi menunaikannya. Madinah mendapat ancaman. Kebijakan berani pun harus diputuskan oleh khalifah baru.

Abu Bakar menetapkan kebijakan dan sikap tegas atas pelanggaran ini. Ia mengutus panglima perangnya, Khalid bin al-Walid untuk membungkam pembangkangan. Melalui keputusan tegas Abu Bakar dan kemampuan militer Khalid, Allah Swt kembalikan kewibawaan kaum muslimin di Jazirah Arab.

Membebaskan Negeri Irak

Setelah khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq merampungkan urusan dalam negeri, mulailah beliau berpikir mengamankan daerah perbatasan. Khususnya wilayah-wilayah yang berdekatan dengan Persia dan Romawi. Karena bukan rahasia lagi, dua kerajaan besar ini tengah mempersiapkan diri menyerang Daulah Islamyah yang baru tumbuh.

Abu Bakar mengutus panglima-panglima terbaiknya untuk mengamankan perbatasan. Khalid bin al-Walid membawa pasukan besar yang berjumlah 10.000 orang menuju Irak. Al-Mutsanna bin Haritsah asy-Syaibani menuju wilayah Hirah. Iyadh bin Ghanam menuju Daumatul Jandal dan kemudian bergabung ke wilayah Hirah. Dan Said bin al-Ash dengan 7000 pasukan menuju perbatasan Palestina. Persia dan Romawi pun dibuat sibuk oleh negara kecil yang berpusat di Madinah itu.