Scroll untuk baca artikel
Edukasi

Rasa Takut Para Sahabat Nabi Mengingat Mati

Redaksi
×

Rasa Takut Para Sahabat Nabi Mengingat Mati

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Setiap manusia akan mengalami kematian. Kematian merupakan takdir yang pasti datang dan menentukan manusia kembali kepada Allah Swt. Sesungguhnya benar-benar sebuah berita besar tentang kematian, apakah akan menjadi hamba yang beruntung ataukah akan menerima kenyataan yang pahit.

Setiap jiwa pasti merasakan mati,” (QS Ali ‘Imran ayat 185)

Ketika ajal menjemput. Tidak ada satupun yang akan bisa menghindarinya. Akan meninggalkan segala kemewahan dunia.

Kehidupan di dunia bukan akhir segalanya. Manusia menyadari bahwa kehidupan dunia itu terasa indah. Akan tetapi bukanlah kehidupan yang tanpa batas akhir. Manusia akan menghadapi kehidupan yang lebih hakiki. Kehidupan di akhirat.

Kematian itu pasti akan datang. Maka jangan benci mengingat mati. Berikut ini ajaran penting para sahabat Nabi Muhammad Saw. bagaimana para sahabat memiliki rasa takut akan kematian:

Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar memegang lidahnya dan berkata: “Inilah yang mendatangkan banyak bahaya kepadaku.” Lalu dia berkata lagi, “Betapa baiknya apabila aku adalah sebatang pohon yang ditebang dan kemudian dimakan.

Umar bin Khathab

Suatu ketika sahabat Umar bin Khathab mendengar bacaan kitab suci al-Quran. Mendengar bacaan kitabullah tersebut lalu Umar mengalami sakit.

Para sahabat menjenguknya. Pada suatu hari beliau mengambil segenggam tanah kemudian berkata, “Betapa baiknya apabila aku adalah tanah ini, betapa baiknya apabila aku bukanlah suatu yang selalu disebut-sebut. Betapa baiknya apabila ibuku tidak lahirkanku.”

Nampak dua guratan pada wajah Umar karena menangis.

Utsman bin Affan

Utsman bin Affan berkata, “Aku senang seandainya aku mati lantas tidak dibangkitkan kembali.”

Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib berkata, “Demi Allah saya telah melihat sendiri para sahabat Rasulullah. Maka pada hari ini aku tidak melihat suatu pun yang menyerupai mereka. mereka adalah orang-orang yang lusuh dan kusut. Mata mereka tampak seperti mata rombongan pelayat. Mereka menghabiskan malam dengan sujud dan berdiri (shalat) dan membaca al-Quran kitabullah. Untuk mengurangi keletihan mereka mengubah-ubah posisi tulang dan telapak kaki. Kemudian di saat pagi, mereka berdzikir kepada Allah. Air mata mereka berurai sehingga membasahi baju mereka. Demi Allah, kaum itu seolah-olah menghabiskan malam dalam kelalaian.” (Luk)