Scroll untuk baca artikel
Blog

Konseling Rational Emotive Behavior di Tengah Pandemi Covid-19

Redaksi
×

Konseling Rational Emotive Behavior di Tengah Pandemi Covid-19

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Terapi Rational Emotif Behavior atau Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) merupakan corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dan akal sehat (rational thinking), berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting). Konseling Rational Emotive Behavior sangat penting menekankan perubahan cara berpikir untuk menghasilkan hal yang berarti dalam berperasaan dan berperilaku.

Pelopor dan sekaligus promotor utama corak konseling ini adalah Albert Ellis yang lahir pada 1913 di Pittsburgh, Pennsylvania dan dibesarkan di New York. Albert Ellis telah menulis lebih dari tujuh ratus artikel tentang REBT.

Buku karangannya antara lain berjudul Reason dan Emotion in Psychotherapy (1962), A New Guide to Rational Living (1975). Serta karangan yang berjudul The Rational–Emotion Approach to Counseling dalam buku Burks Theories of Counseling (1979). Menurut Ellis corak konseling Rational Emotif Behavior berasal dari aliran pendekatan Kognitif–Behavioristik.

Konseling Rational Emotive Behavior berpangkal pada beberapa manusia dapat mengubah diri. Coraknya yang sebagian bersifat filsafat dan sebagian lagi bersifat psikologis, antara lain:

  1. Manusia adalah makhluk yang manusiawi artinya dia bukan makhluk yang kurang dari seorang manusia. Manusia mempunyai keterbatasan dan kekurangan yang dapat mereka atasi sampai taraf tertentu.
  2. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri.
  3. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan sekaligus untuk hidup secara tidak rasional. Dia dapat berpikir dengan akal sehat, tetapi juga dapat berpikir salah dan dengan demikian menimbulkan kesukaran bagi dirinya sendiri.

Hal ini dapat diterapkan dimasa pandemi Covid-19 saat ini, banyak orang mengalami kecemasan akibat Covid-19. Sehingga memerlukan perhatian khusus, apalagi Pembelajaran Tatap Muka bagi siswa sudah mulai berlangsung.

Konseling Rational Emotive Behavior upaya salah satu pendekatan untuk mengatasi persoalan tersebut. Tidak dapat dipungkiri proses vaksinasi sebagai jalan herd imunity. Sehingga mengharuskan untuk physical distancing dan puncaknya kembali berinteraksi secara masif.

Taraf kebahagiaan

Akibat pandemi Covid-19 banyak orang mengalami kecemasan dan bahkan hidupnya marasa tidak bahagia. Dampak Covid-19 sangat berpengaruh pada kondisi fisik maupun psikologis. Bilamana seseorang merasa tidak bahagia dan mengalami berbagai gejolak perasaan yang tidak menyenangkan serta membunuh semangat hidup, rasa-rasa itu bukan berpangkal pada rentetan kejadian dan pengalaman kemalangan yang telah berlangsung (activating event: activating experience), melainkan pada tanggapannya yang tidak rasional terhadap kejadian dan pengalaman itu (irrational beliefs).

Tanggapan kognitif yang tidak masuk akal itu biasanya terdiri atas beraneka ragam tuntutan mutlak, perintah keras kepada diri sendiri dan berbagai keharusan, perasaan negatif yang muncul dipandang sebagai perasaan yang tidak wajar (inapproriate emotion), seperti rasa depressive, cemas dan gelisah yang mendalam, putus asa dan lain-lain.

Sebaliknya tanggapan rational (rational belief) disertai reaksi perasaan yang wajar (appropriate feelings), keinginan aneka ragam harapan dan bermacam prefers adalah tanggapan yang masuk akal, sedang reaksi perasaan yang wajar meliputi perasaan yang positif seperti rasa cinta, bahagia, tenteram dan puas. Semua reaksi perasaan itu, baik yang positif maupun yang negatif, disebut. Karena menimbulkan semangat untuk berusaha mengubah hal-hal yang tidak diinginkan dan mengganggu kebahagiaan hidup.

Mengubah diri dalam berpikir irasional menjadi rasional. Mengubah diri dalam berpikir irasional bukan hal yang mudah, karena orang memiliki kecenderungan untuk mempertahankan keyakinan-keyakinan yang sebenarnya tidak masuk akal.

Konselor harus membantu konseli mengubah pikirannya yang irasional dengan mendiskusikannya secara terbuka dan terus terang (dispute). Diskusi itu akan menghasilkan efek-efek (effects), yaitu pikiran-pikiran yang lebih rasional (cognitive effect), perasaan-perasaan yang lebih wajar (emotional effect) dan berperilaku yang lebih tepat dan lebih sesuai (behavioral effect). [Luk]