Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Krisis Ekologi, Sikap Manusia Terhadap Alam

Redaksi
×

Krisis Ekologi, Sikap Manusia Terhadap Alam

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Persoalan krisis ekologi, salah satu problem mendasar yang dialami manusia di zaman modern ini yaitu alienasi dan reifikasi. Menurut Erich Fromm alienasi adalah sebuah penyakit mental yang ditandai oleh perasaan keterasingan dan segala sesuatu; sesama manusia, alam, Tuhan, dan jati dirinya sendiri.

Manusia modern telah medeklarasikan alam. Alam telah dipandang sebagai sesuatu yang harus digunakan dan dinikmati semaksimal mungkin. Memang dominasi terhadap alamlah yang menyebabkan masalah bencana, kepadatan penduduk, kurangnya ruang bernafas, kemacetan kehidupan kota, pengurasan jenis sumber alam, hancurnya keindahan alam. Semua ini terkait dengan ketidakseimbangan yang disebabkan oleh hancurnya harmoni antara Tuhan dan manusia.

Pandangan dunia baru juga disampaikan Frijof Capra dengan menempatkan paradigma holistik. Pandangan dunia yang ekologis holistik, pandangan dunia yang melihat sesuatu bukan sebatas keseluruhan tetapi juga melihat bagaimana ia tertancap kedalam keseluruhan yang lebih besar.

Cara pandang dunia yang kini tengah muncul dari ilmu pengetahuan modern merupakan pandangan ekologis, dan kesadaran ekologis tingkat tertinggi yaitu kesadaran spiritual atau kesadaran keagamaan.

Hal ini sesuai dengan pandangan dunia baru perlu rekonstruksi non dikotomik yang menempatkan kesadaran (mind) dan materi (matter) serta tidak terjadi pembedaan antara subjek objek, manusia, alam dan Tuhan. Tantangan sekarang iniadalah dampak krisis ekologi perlu adanya konstruksi paradigma baru pada arah epistemologi.

Dalam hal ini tercermin dari pola hubungan manusia, Tuhan dan alam, yaitu hubungan tiga dimensi sikap manusia terhadap alam dan lingkungan diantaranya yaitu:

1. Mandat manusia atas lingkungan hidup

Manusia merupakan buah karya Allah yang paling agung dan unik. Maka tidak heran manusia memikul beban berat sebagai khalifah di bumi yang bertugas untuk menjaga dan memakmurkannya.

Barang tentu konsekwensinya khalifah tersebut harus berjuang menegakkan semesta rahmatal lil’alamin yang merupakan amanah yang harus diemban.

Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.” (QS. Al-Ahzab: 72)

Selain menjadi khalifah di bumi yang mengemban amanah, manusia juga seperti mahluk lainnya berkewajiban untuk tunduk atau menghamba kepada pencipta-Nya.  Sebagaimana Allah berfirman:

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariat: 56)

Secara filosofis mandat manusia atas lingkungan terdapat suatu hubungan yang harmonis, saling terikat, dan terjadi keterlibatan timbal balik yang tidak dapat dipisahkan.

Mandat manusia atas lingkungan merupakan hubungan yang bersifat dinamsi, artinya terjalin ikatan antara manusia dengan lingkungan. Manusia mendapat tugas dari Tuhan untuk menyembah atau memuliakan-Nya melalui hidup dan hubungannya dengan alam serta lingkungannya.

Konsepsi khalifah dan abdullah terjalin hubungan dengan Tuhan, dan alam, manusia menjadi manusia seutuhnya. Sebaliknya, jika manusia tidak mau berhubungan dengan alam dan lingkunganya ia mengingkari hakikatnya.

Berbagai krisis ekologis sekarang ini menimpa manusia di sebabkan manusia telah kehilangan kemanusiaanya ketika ia memulai menjauhi dan merusak alam dan lingkunganya.

2. Hubungan manusia dengan lingkungan

Allah menciptakan alam ini pada dasarnya penuh perhitungan dan tidak satu-pun yang tidak berguna (muspra), sehingga apa-apa yang diciptakan Allah sebagai hasil kreasi-Nya manusia sebagai khalifah di muka bumi berkewajiban untuk mempertahankan serta memelihara alam ini.