Scroll untuk baca artikel
Sastra

Kritik Sastra dan Ancaman UU ITE

Redaksi
×

Kritik Sastra dan Ancaman UU ITE

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Sosiawan leak mengatakan sastra sebagai media kritik sekarang tidak dapat didefinisikan secara sempit sebagaimana kritik zaman dulu. Kritik sekarang di era keterbukaan, termasuk era keterbukaan IT itu tidak dapat didefinisikan yang sempit sebagai kritik terhadap rezim kekuasaan.

“Kritik sekarang sudah masuk ke seluruh sendi kehidupan kita. Kita bisa mengkritik kehidupan atau fenomena kemanusiaan. Jadi fenomena kritik ini tidak lagi di wilayah yang sempit, kritik di dalam negara, rezim maupun undang-undang,” terangnya dalam Talkshow Eksistensi Puisi dan Sastra di Kalangan Anak Muda yang diselenggarakan secara online oleh Komunitas Turun Tangan dan Barisan.co serta didukung Lesbumi NU Jawa Tengah.

Leak menuturkan di sinilah fungsi seni untuk melakukan kritik, untuk melakukan pengingat atau melakukan persaingan kebenaran.

“Jadi kalau menggunakan pendekatan konsep kesenian, maupun konsep sastra  itu memberikan penyadaran dengan cara yang menyentuh hati,” terangnya

Koordinator Puisi Menolak Korupsi (PMK) ini menyampaikan seni itu harus berinovasi dan berkreasi, termasuk berkreasi bagaimana metode menyampaikan kritik tetapi tidak melanggar undang-undang ITE.

Jadi begini terang Leak, sederhananya sesuatu kritik disampaikan dengan metode seni yang kreatif atu inovatif. Ketika kritik itu tidak tersandung undang-undang, itu dia berkreasi. Itu berarti menyampaikan kritik dengan cara yang inovatif. Buktinya apa? Ia lepas dari jaring undang-undang.

“Undang-undang itu dihadapi dengan cara yang kreatif. Salah satu ukuran generasi muda kreatif atau tidak, sastrawi atau tidak adalah ketika karya-karya dia itu tidak kesandung oleh undang-undang ITE,” ujarnya.

Menulis puisi

Sementara itu, Direktur Eksekutif Turun Tangan Primadita Rahma dalam pengantar menyampaikan menulis puisi itu tidak mudah daripada menulis yang lain.

“Justru karena puisi itu pendek jadi kita itu harus bisa memastikan setiap kata dalam puisi itu bermakna,” sambungnya.

Leak mengatakan satu pemuda milenial sekarang ini memiliki potensi mengguncang dunia, kenapa? Sistem IT kita sudah mengglobal, apa saja yang dikatakan bisa langsung diakses ke seluruh dunia. Itu kalau di masukan ke dalam media sosial, Facebook, Twitter, Instagram maupun Tiktok.

“Jadi sangat mungkin dan jangan berkecil hati dan itu semua dapat dimulai dari kata-kata, itu semua dapat dimulai dari teks. Apakah teks itu diidentifikasi sebagai sastra, sebagai puisi, quotes, maupun status,” terangnya.

Alfin Rizal menyampaikan sebagai penyair itu harus peka, peka dalam arti dia bisa melihat satu benda itu dari sisi yang tidak banyak orang lain tahu.

“Kepekaan itulah yang seharus diasah oleh kita sebagai pemuda. Dengan kepekaan itu lalu kita mengolahnya dan menghasilkan karya,” lanjutnya.

Bagaimana mendapatkan inspirasi, menurut Alfin mestinya diubah menjadi mengolah.

“Sebenarnya inspirasi ada di sekitar kita, kelemahan kita soal mengolah,” tegasnya.