BARISAN.CO – Ada perbedaan sikap antara Pemerintah Pusat dengan Pemprov DKI Jakarta setelah gugatan warga (citizen lawsuit) terkait polusi udara menang di pengadilan. Pemerintah Pusat mengajukan banding, sementara Pemprov DKI menerima vonis bersalah.
Ditarik mundur ke belakang, citizen lawsuit pertama kali dilayangkan oleh 32 warga Jakarta, yang menamakan diri Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibukota), yang merasa kualitas udara Jakarta sangat buruk.
Pada 6 Juli 2019, koalisi ini menggugat antara lain: Presiden RI, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup, Pemprov DKI, Pemprov Banten, dan Pemprov Jawa Barat.
Koalisi Ibukota menilai mereka-merekalah yang mesti bertanggung jawab atas kondisi buruk udara Jakarta. Sebulan pasca-gugatan dilayangkan, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menggelar sidang perdana citizen lawsuit ini tepatnya pada Kamis, 1 Agustus 2019.
Namun, sidang ini terkatung lebih dari dua tahun. Tercatat sebanyak 8 kali hakim menunda pembacaan putusan, sebelum akhirnya pada 16 September 2021 kemarin hakim mengabulkan gugatan koalisi.
Adapun tidak semua gugatan Koalisi Ibukota dikabulkan. Hakim menolak gugatan mengenai pelanggaran hak asasi manusia, permintaan menghukum Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat, serta gugatan untuk merevisi Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Meski tidak semua dikabulkan, koalisi ibukota tetap merasa bahwa dikabulkannya sebagian gugatan sudah mencerminkan kemenangan bagi seluruh warga Jakarta.
“Ini putusan luar biasa di tengah rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan … Kami berharap para tergugat dan turut tergugat tidak mengajukan banding, karena tingkat pengadilan saja kita memakan dua tahun,” kata Ayu Ezra Tiara, kuasa hukum dari koalisi Ibukota, sesaat setelah putusan dibacakan.
Sayangnya kegembiraan Ayu Ezra Tiara bersama Koalisi Ibukota tak berlangsung lama. Presiden Jokowi dan tiga kementerian rewangnya (KLHK, Kemendagri, dan Kemenkes) mengajukan banding atas vonis perkara polusi.
Memori banding sudah diserahkan oleh masing-masing lembaga kepada PN Jakpus. Secara ringkas beberapa alasan yang mereka ajukan dalam berkas banding itu antara lain:
- Putusan hakim memerintahkan hal yang sudah dilakukan (pemerintah pusat) sebelum putusan tersebut dibacakan.
- Upaya banding merupakan mekanisme untuk menjelaskan lebih jauh posisi pemerintah pusat dalam kaitannya dengan gugatan soal polusi udara.
- Melalui mekanisme banding tersebut harapannya ada edukasi publik.
Berbeda dengan sikap pemerintah pusat, Gubernur Anies Baswedan justru menegaskan bahwa tidak akan mengajukan banding. Ia menyampaikan itu di berbagai kanal resmi miliknya.
Dari video yang ia unggah di kanal Youtube Anies mengatakan, “Sesuai dengan visi dan misi menyediakan udara bersih yang menjadi hak dasar bagi siapapun, pemprov DKI akan melaksanakan putusan pengadilan dan tidak mengajukan permohonan banding.”
Anies akan menggenjot seluruh program yang dapat menekan polusi di wilayahnya. Beberapa sudah berjalan. Anies misalnya, sudah mengeluarkan Instruksi Gubernur No. 66/ 2019, yang memuat aturan untuk memastikan tidak ada angkutan umum yang berusia di atas 10 tahun dan tidak lulus uji emisi beroperasi di jalan.
Anies juga akan menyelesaikan peremajaan seluruh angkutan umum melalui program Jak Lingko pada 2020. Terkait ini, Direktur Pelayanan dan Pengembangan PT Transjakarta Achmad Izzul Waro membenarkan bahwa program tersebut sudah berjalan baik. Menurutnya, kebijakan tersebut hanya satu upaya domestik dari jalan panjang memperbaiki kualitas udara Ibu Kota.
“Kualitas udara di Jakarta memang mengkhawatirkan. Beberapa penelitian menunjukkan lebih dari 70% polusi udara disebabkan asap knalpot kendaraan bermotor. Oleh sebab itu kita harus mendukung kebijakan pemerintah daerah untuk mengatasi persoalan ini,” kata Izzul Waro kepada Barisanco.