Kajian kitab Al-Hikam karya ibnu Athaillah As-Sakandari membahas tentang kunci rumah tangga bahagia, berikut ini ulasannya
BARISAN.CO – Kitab Al-Hikam merupakan magnum opus atau maha karya Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandari. Ibnu Atha’illah mengajarkan seseorang untuk senantiasa menggapai kehidupan sejati yang di ridhoi Allah Swt. Sehingga di kalangan pencari jalan spiritual kajian Kitab Al-Hikam sangat digemari, terlebih di kalangan santri Pondok Pesantren.
Selayaknya perlu kajian kitab Al-Hikam untuk memberikan energi yang positif sehingga menemukan kunci rumah tangga bahagia. Oleh karena benar-benar menjalani kehidupan ini dengan petunjuk-Nya.
Apalagi saat ini jika kehilangan visi ke-Illahi-an akan memunculkan berbagai timbulnya gejala psikologi yang kemudian berdampak pada kesehatan fisik. Sehingga hidup tidak menemukan bahagia, seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berorientasi duniawi. Maka keseimbangan perlu dicari.
Sehingga kajian kitab Al-Hikam ini sangat penting untuk menemukan kunci rumah tangga bahagia atau hidup yang lebih hakiki. Ketika manusia sudah terperdaya hidup materalistis dalam memenuhi kebutuhan pokok, hingga melupakan nilai-nilai illahiyah. Mulai muncul akibat dampak negatifnya seperti saat ini banyak dijumpai orang stress, gelisah, dan kehilangan makna hidup.
Ketika seseorang sudah mulai kehilangan makna hidupnya, ia pastinya juga kehilangan kebahagiaan yang sesungguhnya. Mereka inilah orang-orang yang tidak memiliki pegangan hidup. Dari mana, akan kemana, hendak kemana, dan untuk apa hidup ini.
Kajian kitab Al-Hikam salah satunya memberikan ramuan kehidupan yang sehat yakni kehidupan yang penuh makna. Melalui hidup yang bermakna, seseorang akan menjadi manusia yang berguna dan bermanfaat yang tidak hanya untuk dirinya sendiri.
Sebagaimana menurut Kitab Al-Hikam selayaknya kita mulai membuka mata hati:
اجْتِهادُكَ فيما ضُمِنَ لَكَ وَتَقصيرُكَ فيما طُلِبَ مِنْكَ دَليلٌ عَلى انْطِماسِ البَصيرَةِ مِنْكَ
Kesungguhamnu mengejar apa yang sudah dijamin untukmu (oleh Allah) dan kelalaianmu melaksanakan apa yang dibebankan kepadamu, itu merupakan tanda butanya bashirah (mata batin).
Makna hidup atau the meaning of life ini sangat penting dan berarti bagi kita. Maka kita selayaknya untuk membuka mata hati, membuka jalan spiritual yang telah tertutupi oleh nafsu dunia. Makna hidup merupakan nilai-nilai penting bagi kehidupan pribadi seseorang. .
Jika kiranya makna hidup berhasil ditemukan, maka seseorang akan meraksan bertapa berarti dan berharga hidup ini. Sebab makna hidup ini terkait erat dengan tujuan hidup.
Hakikat kebagiaan menurut pandangan Islam ialah seseorang yang senantiasa taat menjalankan kewajiban dan meninggalkan larangan-Nya. Yakni menunaikan hak-hak Allah dan memenuhi hak-hak makhluk lainnya.
Namun demikian bahagia itu bukanlah barang yang dapat dihitung, atau benda yang dapat diketahui pasti. Baik secara kasat mata maupun logika matematika.
Oleh karena hidup manusia bukan hanya soal materi, tapi juga spiritual. Sebagaimana tubuh manusia tidak hanya bentuk fisik. Sebagaimana Kitab Al-Hikam menjelaskan pentingnya cahaya hati yakni jalan spiritual:
كَيْفَ يُشْرِقُ قَلْبٌ؛ صُوَرُ الأَكْوانِ مُنْطَبِعَةٌ في مِرْآتهِ؟ أَمْ كَيْفَ يَرْحَلُ إلى اللهِ وَهُوَ مُكَبَّلٌ بِشَهْواتِهِ؟ أَمْ كَيْفَ يَطمَعُ أنْ يَدْخُلَ حَضْرَةَ اللهِ وَهُوَ لَمْ يَتَطَهَرْ مِنْ جَنْابِةِ غَفْلاتِهِ؟ أَمْ كَيْفَ يَرْجو أَنْ يَفْهَمَ دَقائِقَ الأَسْرارِ وَهُوَ لَمْ يَتُبْ مِنْ هَفْواتِهِ؟!
Bagaimana hati dapat bercahaya, sementara gambar-gambar duniawi tetap terlukis dalam cermin hati itu? Atau, bagaimana hati dapat berangkat menuju Allah, karena masih terbelenggu oleh syahwatnya? Bagaimana mungkin seseorang akan antusias menghadap kehadirat Allah, apabila hatinya belum suci dari “junub” kelalaiannya? Atau bagaimana mungkin seorang hamba bisa memahami kedalaman berbagai rahasia, sementara ia belum bertaubat dari kesalahannya?