“Dia mungkin pernah belajar di Oxford dan Stanford, tapi tidak memiliki pengalaman diplomasi asing yang seharusnya dimiliki jika mereka menjadi jubir di acara besar, seperti G20,” Ujang Komarudin (Analis Politik)
BARISAN.CO – Pada bulan lalu, nama artis Maudy Ayunda hangat diperbincangkan setelah terpilih menjadi juru bicara pemerintah untuk Presidensi G20 Indonesia oleh Kementerian Perhubungan. Saat itu, Maudy merasa gembira bisa menjadi wakil anak muda di forum internasional tersebut.
Ia menyebut harus banyak belajar tentang rumitnya isu G20 dan mencari formula untuk menyampaikannya ke khalayak milenial dan generasi Z.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny beranggapan, sebagai lulusan Universitas Oxford dan Unievrsitas Stanford serta kemampuan berbicara beberapa bahasa asing bisa membantu tugasnya sebagai juru bicara.
Sayangnya, meski lulusan kampus bergengsi di luar negeri, itu tak serta-merta membuat langkah Maudy berjalan mulus seperti yang diharapkan.
Mengutip South China Morning Post, analis mengatakan, kurang pengalaman dalam diplomasi justru bisa berisiko bagi Indonesia selama presidensi pertama G20. Hal itu diungkapkan oleh analis politik, Ujang Komarudin.
“Dia mungkin pernah belajar di Oxford dan Stanford, tapi tidak memiliki pengalaman diplomasi asing yang seharusnya dimiliki jika mereka menjadi jubir di acara besar, seperti G20,” kata analis Indonesia Political Review tersebut.
Ujang menyebut, reputasi tanah air justru bisa tercoreng jika Maudy tidak bisa menjawab pertanyaan tentang perkembangan geopolitik di saat perang Ukraina berdampak pada diplomasi internasional.
Saat ini, Indonesia menghadapi boikot dari negara Barat atas keputusannya mengundang Rusia pada pertemuan dan KTT G20 yang berlangsung di Bali pada bulan November mendatang.
Menurut laporan Bloomberg akhir Maret lalu, saat konferensi pers pertama, Maudy tampak mengabaikan pertanyaan tentang kehadiran presiden Rusia, Vladimir Putin. Penyelenggara justru menyampaikan kepada wartawan agar bertanya tentang kepribadiannya sebagai gantinya.
Penyanyi dengan jutaan pengikut di akun media sosialnya tersebut mengatakan kepada Bloomberg, pekerjaannya adalah melaporkan hasil pertemuan G20 yang relevan dengan Indonesia dan bukan pertanyaan sensitif seperti ketegangan dunia.
“Maudy perlu belajar dan bekerja keras dalam memahami setiap momen dan agenda yang berkaitan dengan G20, jika tidak, maka akan menjadi bunuh diri [reputasi] bagi Indonesia,” tambah tegas Ujang.
Sedangkan, pakar kebijakan publik di Universitas Indonesia, lina Miftahul Jannah menjelaskan, tidak ada salahnya mempekerjakan influencer untuk mensosialisasikan agenda pemerintah selama ada transparansi pemerintah tentang cara mereka terpilih.
“Pemerintah harus punya perhitungan sendiri dan perhitungan ini harus dikomunikasikan ke publik. Dalam kasus Maudy misalnya, kami tidak tahu mengapa dia terpilih karena dia bukan satu-satunya selebriti yang mengenyam pendidikan di luar negeri,” ujar Lina. [rif]