Mengambil alih peran aktivis pergerakan, politisi dan mayoritas mahasiswa, sesungguhnya hanya ada realitas lelaki perasa dan perempuan perkasa.
PROPAGANDA dunia selalu menempatkan kaum lelaki sebagai satu-satunya makhluk penuh jasa dan perkasa. Pikiran, ucapan dan tindakannya terlanjur dijuluki pemilik dominasi dan hegemoni yang digdaya.
Sejak muda penuh dinamika, menjadi kepala rumah tangga hingga menjabat kepala negara. Populasi maskulin itu memang selalu unggul dan dianggap paling menentukan dan berkuasa.
Hakikatnya sering dilupakan, bahwasanya Tuhan telah menciptakan perempuan sebagai kekuatan kehidupan dunia. Tidak sekedar mengandung dan melahirkan bayi, perempuan secara historis filsafat dan historis materialisme menjadi awal peradaban manusia.
Divonis lemah karena lebih dominan menggunakan hatinya ketimbang logika. Sejatinya wanita adalah pekerja nyata seumur hidupnya dengan seluruh ketulusan, pengorbanan jiwa dan raga.
Sebagai anak, istri dan sekaligus sebagai seorang ibu, kemuliaan amanah itu tak akan sanggup dipikul semua pria. Beban Sosial ekonomi, sosial politik, sosial budaya dan sosial agama begitu berat membebani pundaknya.
Melampau batas dari sekedar mengurus mahligai pernikahan dan memenuhi persoalan angka dan biaya. Peran dan fungsinya sebagai pondasi yang menopang keluarga, karakter feminim itu juga vital memengaruhi pembentukan anak saleh-saleha sebagai tunas bangsa.
Saat krisis tak terhingga menyelimuti sampai ke tulang sumsum, semua pemuda dan orang dewasa penuh pertimbangan hanya bisa terlena dan pasrah menikmati suasana. Emak-emak berani tampil untuk bersuara dan bersikap kritis pada penguasa.
Gigih dan militan aksi turun ke jalan menghadapi mara bahaya, mewakili seluruh rakyat yang penuh nestapa dan derita. Mengambil alih peran aktivis pergerakan, politisi dan mayoritas mahasiswa, betapa Indonesia kekinian yang sesungguhnya hanya ada realitas lelaki perasa dan perempuan perkasa.
Tulisan ini didedikasikan untuk Fatia Maulidiyanti Kontras, emak-emak ARM dan aktifis organisasi pergerakan serta semua kesadaran kritis dan gerakan perlawanan yang dipelopori oleh kaum ibu dan perempuan Indonesia.