Scroll untuk baca artikel
Blog

Managing Director PPPI: Langkah Berani Jokowi Temui Presiden Ukraina dan Rusia

Redaksi
×

Managing Director PPPI: Langkah Berani Jokowi Temui Presiden Ukraina dan Rusia

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menemui langsung Zelensky di Ukraina dan Putin di Rusia, merupakan langkah berani dan harus diapresiasi sebagai langkah all out dalam upaya mensukseskan agenda KTT G20 di Indonesia.

Demikian disampaikan A. Khoirul Umam dalam Seminar online “Harapan dari Misi Perdamaian Jokowi” yang diselenggarakan Universitas Paramadina bersama LP3ES di Jakarta (3/7/2022).

Menurut Umam yang juga Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) ini kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia adalah bagian dari double track strategI.

“Bagaimanapun agenda KTT G20 di Indonesia merupakan pertaruhan reputasi yang sangat besar. Berbeda dengan situasi KTT G20 sebelumnya,” katanya.

Umam menekankan bahwa beban Indonesia sebagai Presidensi G20 amat berat khususnya paska perang Rusia-Ukraina. Konstalasi dan dinamika negara-negara G20 amat riskan, terakhir walkoutnya sejumlah menteri keuangan pada meeting G20 di USA menjadikan sikap clear di barisan negara barat terkait agresi Rusia.

“Langkah double track strategy Jokowi pertama, menyentuh aras elit, di mana konflik Rusia –Ukraina bukan semata pertaruhan dua negara, tetapi ada kekuatan-kekuatan besar di balik konflik tersebut. Elit dimaksud adalah elemen-elemen yang ada di kelompok G7. Para pemegang 31 % kekuatan ekonomi dunia sementara G20 pemegang 80% GDP dunia,” terangnya.

Dengan melakukan komunikasi level elit dunia tersebut merupakan sebuah strategi komunikasi yang baik untuk sukseskan agenda KTT 20 November mendatang.

Lebih lanjut Umam menyatakan bahwa Presiden Jokowi yang langsung menukik ke persoalan utama untuk upaya penghentian perang adalah langkah strategis.

“Catatan penting, hadirnya Jokowi di Ukraina dan Rusia menjadikan jeda tempur sesaat pada hari-hari tersebut pada perang kedua negara. Agenda KTT G20 diharapkan juga menciptakan cease fire perang Rusia-Ukraina. Juga menjadikan awal economic recovery dunia yang terus berlanjut,” ujar Umam

Langkah Jokowi ke Ukraina dan Rusia juga diharapkan mengembalikan dunia pada multilateralisme agar dunia tidak lagi masuk ke dalam zona pertarungan ego antar elit dunia.

Kontestasi Politik Global

Shiskha Prabawaningtyas, Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy mengungkapkan bahwa rezim internasional tata kelola dunia tidak bisa dilepaskan dari kontestasi politik global paska perang dunia ke 2 dan proses dekolonialisasi.

“Kata kunci saat ini adalah adanya perubahan geopolitik di mana politik luar negeri sebuah negara tidak bisa dilepaskan dari situasi dalam negeri. Apa yang terjadi di dalam negeri sebuah negara memberikan pilihan-pilihan kebijakan dan situasi dalam konteks global akan berpengaruh besar dalam kebijakan politik sebuah negara,” bebernya.

Menurut Shiskha masa akhir 1990-an menjadi masa kontraksi rezim tata kelola dunia ketika dikaitkan dengan krisis ekonomi/keuangan global yang secara tidak langsung mendorong proses demokratisasi di Indonesia.

“Konstalasi terakhir perang Rusia – Ukraina tidak bisa dilepaskan dari pergesekan China – Amerika Serikat di masa Donald Trump, Tahun 2004 krisis keuangan Eropa, 2008 krisis keuangan global dan USA mendapat tantangan dari China sebagai raksasa ekonomi baru. Trump menolak kebijakan multilateralisme dan memilih back to domestic concern. Terakhir krisis pandemi Covid 19 dan berikutnya krisis pangan dunia saat ini,” ungkapnya.

Posisi dan peran misi damai Indonesia tidak bisa dilepaskan dari mandat Presidensi G20, Politik luar negeri bebas aktif, dan Indonesia juga mendapat mandat PBB sebagai bagian dari global crisis respon group, di tengah keseimbangan baru dunia Rusia-China, USA-G7, dan lainnya.