* * *
Kini sang waktu berharap berhenti. Di pinggir jalan kota, tampak restoran megah berdiri dan di sampingnya tumbuh subur hotel berbintang. Tampak seorang wanita berkulit halus dan berpakaian rapi duduk-duduk di restoran. Ia membuka lembar demi lembar sepuluh catatan masa kecilnya. Lembaran kumuh itu sudah berbingkai dan bertatahkan emas murni dan yang disimpan pada kotak berhias mutiara.
Muncul adik laki-lakinya dengan membawa segelas minuman segar. Keduanya ngobrol asyik dan bersendau-gurau. Di kejauhan datang seorang perempuan cantik, menghampiri meja yang penuh makanan lezat. Itulah keluarga sang burung elang. Berkumpul memadu kasih keluarga.
“Kak, ayo kita jalan-jalan,” pinta adik perempuan.
Marva teringat lembaran yang barusan ia baca, ia memiliki janji kepada adiknya. Marva menekan nomor telepon. Lalu muncul sang sopir yang siap mengantar mereka berlibur.
Di tinggalnya restoran dan hotel berbintang yang kini telah menjadi miliknya. Ratusan karyawan sangat mengagumi sosok Marva yang tidak pantang menyerah dalam menghadapi gejolak hidup ini. Bahkan karyawan swasta mendapatkan tunjangan yang tidak kalah dengan pegawai pemerintahan.
Mobil mewah kelas Eropa mengantarnya berkeliling kota-kota. Di setiap kota ia berhenti. Jawa merupakan sebuah pulau yang padat dengan penduduknya, beragam adat istiadat. Marva bercerita kepada adiknya. Bahwa kehidupan dunia itu ada akhirnya, lihat orang Jawa itu.
“Memang ada apa Kak,” adiknya menoleh ke samping dilihatnya keranda berisi mayat dan diiringi orang banyak.
“Hidup dan akan menemui kematian,” jawab adik perempuannya.
“Betul.” Inilah orang Jawa. Orang yang telah mati akan dimakamkan, sebab kematian bagi mereka adalah sesuatu yang menakutkan dan menyedihkan sehingga diiringi dengan tangisan.
Perjalanan itu pun berlanjut berhari-hari ia lewati dengan kekuatan kasih dan sayang, dengan menaiki pesawat terbang. Sampailah ia ke tanah Sulawesi, tepatnya di daerah Toraja. Mobil mewah sudah siap mengantarnya.
“Lihatlah tempat pemakaman suku Toraja, berbeda dengan orang Jawa kan. Inilah keanekaragaman.”
“Iya..ya, mayat kok disenderkan pada batu-batu”.
Kematian bagi mereka adalah sesuatu hal yang lumrah dan akan menjumpai setiap individu. Kematian adalah kehidupan baru yang menyenangkan. Lihat mereka bernyanyi dan tarian adat menyambutnya. Upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal.
Sedangkan pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman.