Jutaan orang Amerika berakhir dalam utang ribuan dolar setelah liburan berlebihan, menggelar pernikahan mewah, serta terlalu banyak belanja sepanjang tahun. Alih-alih memperoleh harga diri akan sebuah pencapaian, mereka tak menyadari bahwa kebiasaan gila belanja itu makin menjauhkan cita-cita kebahagiaan.
Materialisme juga mengarah kepada penimbunan. Apa masalah menimbun, adalah karena ketika itu terjadi, seseorang menempatkan keterikatan emosional pada barang-barang materi dibanding berpaling dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Para psikolog telah menemukan tidak adanya hubungan antara materialisme dengan kebahagian. Dan sebetulnya, ada banyak sekali keburukan yang inheren dalam materialisme.
Untuk mengatasi budaya materialisme, kita perlu mengubah cara memandang diri sendiri serta memahami pentingnya ketenangan dalam berpikir.
Identitas serta kebahagiaan tidak bergantung dari apa yang kita miliki. Sebaliknya, tindakan, sasaran, tujuan dan hubungan dengan orang lain meciptakan pondasi tentang siapa kita.
Sebagian psikolog menyarankan agar kita memfokuskan diri pada tujuan, perjalanan, serta pengalaman pribadi dibandingkan termotivasi untuk meningkatkan citra di mata publik. Karena pada akhirnya, kebahagiaan adalah sangat bergantung pada pikiran dalam menilai diri sendiri.
Percayalah bahwa materialisme pada akhirnya akan mengaburkan kebahagiaan yang seharusnya direngkuh oleh setiap jiwa manusia tanpa terkecuali. Kini, mulailah dengan memikirkan cara sederhana untuk bahagia, alih-alih harus mencari perhatian di dunia maya dengan menjadikan ajang pamer dan saling bersaing untuk menjadi yang terbaik. Hal itu akan merugikan diri sendiri. []