Rasulullah SAW menjanjikan pahala syahid bagi siapa saja yang terbunuh saat melindungi harta, keluarga, agama, dan kehormatan dari serangan.
BARISAN.CO – Harta adalah karunia Allah yang wajib dijaga. Ia merupakan amanah yang diberikan kepada manusia untuk dimanfaatkan secara halal dan dijaga dari kezaliman pihak lain.
Menariknya, Islam memberikan penghargaan tinggi kepada siapa pun yang wafat dalam rangka membela hartanya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيِدٌ
“Barangsiapa yang terbunuh karena mempertahankan hartanya, maka ia adalah seorang syahid.” (HR. Ibnu Majah)
Hadits ini mengandung pesan penting bahwa perjuangan dalam mempertahankan harta dari tangan perampas, begal, atau pelaku kejahatan lainnya adalah tindakan mulia dalam pandangan Islam. Bahkan, kematian yang terjadi dalam proses tersebut digolongkan sebagai mati syahid.
Harta sebagai Karunia dan Amanah
Harta, darah (kehormatan), keluarga, dan agama adalah empat hal penting yang disebut Rasulullah Saw sebagai bagian dari hak-hak yang harus dipertahankan.
Dalam konteks ini, menjaga harta bukan semata tindakan duniawi, melainkan termasuk ibadah jika dilakukan karena Allah.
Pengaturan harta secara bijak, termasuk penggunaannya untuk infak, sedekah, dan zakat, adalah bentuk dari pengelolaan harta yang diridai Allah.
Namun, saat harta hendak dirampas secara paksa, Islam memerintahkan umatnya untuk melawan dengan cara yang benar.
Pembelaan Diri dalam Fikih: Daf’us Shail
Dalam ilmu fikih, tindakan mempertahankan harta dari perampas disebut dengan daf’us shail (دفع الصائل), yaitu menolak agresor yang menyerang secara zalim untuk mengambil harta, membunuh, atau merusak kehormatan.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 194:
فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ
“Barangsiapa menyerang kamu, maka seranglah ia dengan serangan yang seimbang dengan serangannya terhadapmu.”
Hal ini menunjukkan bahwa pembelaan diri, termasuk membela harta, adalah dibenarkan secara syariat.
Membela Harta, Agama, Darah, dan Keluarga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيِدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دِيْنِهِ فَهُوَ شَهِيِدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيِدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيِدٌ
“Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka ia syahid. Barangsiapa yang terbunuh karena membela agamanya, maka ia syahid. Barangsiapa yang terbunuh karena membela darahnya, maka ia syahid. Dan barangsiapa yang terbunuh karena membela keluarganya, maka ia syahid.” (HR. Abu Dawud).
Ulama membagi syahid menjadi tiga: syahid dunia-akhirat, syahid akhirat saja, dan dunia saja. Orang yang mati dalam membela harta masuk dalam kategori syahid akhirat, artinya ia mendapatkan pahala syahid, namun jenazahnya tetap diperlakukan seperti biasa (dimandikan, dikafani, dishalatkan).