Manajemen keuangan keluarga adalah cermin perhatian pada aspek-aspek kesejahteraan. Jadi keluarga yang ingin keluarganya sejahtera harus meliputi lima aspek yakni spiritualitas, intelektual, kesehatan, finansial dan sosial.
BETAPA pentingnya kecerdasan finansial dalam keluarga. Seharusnyalah, suatu keluarga mengatur keuangannya berdasar satu visi, tujuan, pandangan hidup dari keluarga itu sendiri.
Tujuan pengaturannya pun dapat kita bagi dalam jangka pendek, jangka menengah mupun jangka panjang. Akan tetapi sebagai keluarga muslim, maka tujuan dari adanya syariah dapatlah dijadikan acuan pedoman umum dan kemudian kita bisa menyesuaikan tujuan keluarga kita dalam bingkai maqashid syar’i (tujuan diturunkannya syariah).
Al-Ghazali dan diteruskan As-Syatiby menyatakan bahwa diciptakan syariah itu adalah untuk kesejahteraan manusia yang terumuskan dalam lima hal. Yaitu, spiritualitas, intelektual, kesehatan, finansial dan sosial.
Oleh karena itu, manajemen keuangan keluarga adalah cermin perhatian kita pada aspek-aspek kesejahteraan kita.
Jadi satu keluarga yang ingin keluarganya sejahtera harus meliputi lima aspek di atas. Seyogyanya pula hal itu tercermin dalam mengelola keuangan keluarga kita.
Rumus manajemen keuangan keluarga
Suatu rumusan sederhana, yang semua dari kita pasti telah tahu bahwa, 1-1= 0, 10-10= 0, 100-100 adalah 0 pula, 1 juta – 1 juta adalah 0 pula. 10 juta – 10 juta adalah 0 pula.
Rumus sederhana ini menunjukkan bahwa hasil akhir dari keuangan keluarga tidak tergantung pada berapa besar pendapatan seseorang atau satu keluarga, akan tetapi bila pengeluaran sama atau bahkan lebih besar seperti itu, maka kesejahteraan yang dimaksud tidak akan tercapai.
Oleh karenanya, yang harus kita kelola pula adalah pengeluaran. Yakni dengan memiliki fungsi budgeting. Budgeting adalah fungsi pengeluaran sesuai dengan urutan, mana yang penting, mana yang tidak penting, mana yang mendesak dan mana yang tidak.
Saya ketengahkan suatu metode pengelolaan keuangan yang memiliki lima unsur pokok pengelolaan keuangan, yang terinspirasi dari aspek-aspek maqashid syar’i sebagaimana telah diutarakan di depan.
Tentulah unsur-unsur pokok tersebut masih pula harus dijabarkan dalam unsur-unsur penyangganya. Unsur-unsur pokok adalah unsur-unsur utama yang meliputi hajat hidup utama, sehingga tercermin pula dalam porsi pembelanjaan yang lebih besar dan unsur penyangga yang porsinya lebih kecil.
Keseluruhan unsur-unsur itulah yang menentukan kesuksesan suatu keluarga, akan tetapi jika salah satu unsur didalamnya tidak mendapatkan porsi biaya yang optimal, ternyata akan mempengaruhi keseluruhan unsur yang lain sehingga secara keseluruhan kapasitasnya tidak akan terisi dengan optimal pula.
Supaya lebih mudah untuk membayangkannya saya membuat suatu model sebagaimana suatu wadah air (tempayan) yang terbuat dari kayu yang terdiri dari bilah kayu yang tidak sama besarnya, bilah-bilah kayu yang besar menunjukkan sebagai unsur utama.
Sedangkan bilah kayu yang kecil menunjukkan unsur penyangga sedangkan air yang ada didalamnya adalah amanah rejeki yang mampu di emban.
Tinggi atau rendahnya kayu menunjukkan prosentase dari porsi yang seharusnya dibelanjakan. Bilah-bilah kayu yang melambangkan porsi belanja keluarga tadi menjadikan wadah air tadi mampu diisi oleh air dalam kapasitas maksimalnya atau tidak.
Jika keseluruhan kayu telah dipasang dan baik kayu yang besar maupun yang kecil berada sama tinggi, maka pada posisi inilah wadah tadi mampu menyimpan isi air yang paling banyak.
Akan tetapi, isi dari wadah tersebut ternyata tidak ditentukan tingginya salah satu kayu yang menjadi dinding wadah tersebut (yang mencerminkan porsi biaya yang dikeluarkan), akan tetapi justru ditentukan oleh kayu penyusun yang dalam posisi terendahnya.