Dapat pula dilakukan pengenaan pajak khusus bagi segenap pejabat BUMN dan institusi negara lainnya yang mendapatkan gaji yang tinggi dan fasilitas istimewa lainnya yang sering disinyalir berkontribusi mengekalkan ketimpangan sosial.
“Hal lain yang bisa dilakukan adalah pemerintahan yang ada hendaknya tidak dengan mudah memberikan penyertaan modal negara (PMN) bagi BUMN-BUMN yang merugi, karena sejatinya BUMN-BUMN yang bermasalah adalah salah satu sumber persoalan negara,” kata Farouk Alwyni.
BUMN-BUMN, lanjut alumnus New York University ini, sebetulnya diharapkan dapat menambah penerimaan negara. Namun kenyataannya justru menggerogoti penerimaan negara. Seperti yang terjadi baru-baru ini terhadap BUMN asuransi seperti Jiwasraya dan Asabri yang terindikasi merugikan negara sekitar Rp40 triliun.
“Beberapa waktu yang lalu Jiwasraya juga sudah dimasukkan dalam Indonesia Financial Group (IFG), BUMN Holding Perasuransian dan Penjaminan, dan juga pemerintah telah meminta dan disetujui penyuntikan dana PMN sebesar Rp20 triliun, yang rencananya akan ditambah lagi Rp2 triliun. Semua ini sudah tidak sesuai lagi dengan objektif didirikannya BUMN-BUMN tersebut,” kata Farouk Alwyni.
Membenahi BUMN, tegas Farouk, memang tidak mudah. Tapi itu lebih patut diupayakan demi menyelamatkan kantong negara dibanding harus menaikkan PPn yang pada akhirnya menyiksa kantong masyarakat. “Kenaikan PPn adalah shortcut yang terlalu simplistis. Padahal belum tentu pula kenaikan pajak selalu berarti kenaikan pendapatan,” kata Farouk Alwyni. [dmr]