MUSIM hujan, bagi seorang penulis selain menyesap kopi hitam juga waktu yang tepat untuk membaca atau sekadar merapikan dan merawat buku lama agar tidak berjamur.
Hari ini, mata saya tertumbuk pada buku lawas yang kertasnya sudah mulai menguning berjudul “Frida Kahlo” (Bentang Pustaka, 2004). Judul aslinya “A Novel Based on the Life of Frida Kahlo”. Buku ditulis Profesor Barbara Mujica dari Georgetown University.
Sebenarnya sudah banyak biografi yang mengungkap kehidupan kontroversial pelukis Meksiko, Frida Kahlo (1907-1954). Pelukis beraliran surealisme ini selalu menarik untuk dibukukan dan bahkan dibuat film dengan judul “Frida” (2000) dengan bintang Hollywood Salma Hayek yang juga simbol kecantikan Meksiko pada masanya.
Namun, biografi yang ditulis umumnya hampir seragam dan datar: mengenai dokumentasi hidup. Sebaliknya “A Novel Based on the Life of Frida Kahlo”, cerita tentang Frida Kahlo menjadi lain, lebih menarik, emosional dan hidup.
Barbara Mujica mengolah kisah perjalanan hidup Frida Kahlo menjadi suatu racikan yang unik. Disebut unik karena sosok Frida Kahlo tidak ditampilkan secara biasa tetapi hadir melalui perantara tatapan adik termudanya, Cristina Kahlo.
Keunikan lainnya, buku karya karya Mujica ini adalah fiksi kendati dibuat berdasarkan wawancara, riset pustaka dan menganalisis beberapa lukisan Frida Kahlo. Begitu juga surat-surat Frida Kahlo kepada Cristina Kahlo adalah khayalan belaka penulisnya.
Kehidupan Frida Kahlo adalah ramuan antara ego dan tragedi. Sejak di sekolah dasar Frida adalah jiwa yang gelisah dan pemberontak.
Frida Kahlo kecil adalah sosok yang ingin selalu diperhatikan dan ingin lebih dari yang lain. Tragisnya, Frida Kahlo mengidap polio di usia 6 tahun dan kaki sebelah kiri gadis ini mengecil hingga hayatnya.
Pada usia 18 tahun ia mengalami kecelakaan bus, sehingga cedera menerjang sebagian besar tubuhnya. Tulang leher, tulang belakang, tulang selangkang Frida Kahlo pun patah.
Musibah yang terakhir itu, mengharuskan Frida Kahlo beristirahat total di tempat pembaringan. Belakangan, bakat melukisnya terlihat sejak tubuhnya yang ringkih harus berbaring di tempat tidur.
Kehidupan Frida tambah berwarna setelah bergaul dengan pelukis dinding atau muralis kenamaan Meksiko Dieo Rivera yang umurnya sangat terpaut jauh. Dari hasil pergaulannya itu secara ideologi Frida Kahlo terpengaruh dan akhirnya menjadi Komunis.
Sedangkan secara kreatifitas Frida Kalo tetap bersikukuh dengan alirannya potret diri surealis. Setelah lama bergaul akhirnya Frida menikah dengan Diego Rivera.