“Kebebasan berpendapat dan bersikap. Setiap orang tanpa harus tergantung kepada figure-figur tertentu apalagi mempunyai otoritas kekuasaan,” terang Ignas
Lain lagi dengan Fachry Ali, menurutnya salah satu simpul penting pemikiran Soedjatmoko adalah ketika memproyeksikan kekhawatirannya pada konsentrasi kekuasaan berdasarkan cita-cita pembangunan, pada kasus report World Bank 1978 berjudul “World Development”.
Menurut Soedjatmoko, laporan tersebut meyakini bahwa program pemberantasan kemiskinan mutlak (absolute poverty) tak akan tercapai pada tahun 2000 kendatipun telah dicanangkan oleh Persatuan Bangsa-bangsa (PBB).
“Soedjatmoko melihat bahwa sumber ancaman terhadap kebebasan dan otonomi manusia bagi Soedjatmoko tidak bersifat tunggal. Tetapi berasal dari keharusan struktural terbentuknya kekuasaan kuat dan terpusat yang diasumsikan perlu guna memberantas kemiskinan,” Jelas Fachry
Pembangunan, tidaklah terbatas pada pembangunan material. Melainkan, pembangunan kemampuan manusia secara tersendiri atau berkelompok memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi.
Fachry menjelaskan Soedjatmoko sendiri menyebut pembangunan itu harus dilangsungkan di dalam visi apa yang disebutnya democratic theory of development (teori pembangunan berdasarkan demokrasi).
“Yaitu, sebuah “theory about the kinds of development and their trajectories that are supportive of, and not destructive to freedom and human dignity” (teori tentang jenis-jenis pembangunan dan perlintasan-perlintasannya yang mendukung, dan bukan bersifat menghancurkan kebebasan dan kedigdayaan manusia),” imbuh Fachry. (Luk)