Scroll untuk baca artikel
Edukasi

Memberi Ruang Kepada Anak untuk Mengenal Dunia Luar

Redaksi
×

Memberi Ruang Kepada Anak untuk Mengenal Dunia Luar

Sebarkan artikel ini

Tanpa diberikannya ruang, anak akan merasa terkekang dan dikhawatirkan akan berontak saat dunia tak bekerja seperti yang mereka bayangkan.

BARISAN.CO – Anak hanya titipan dan orang tua tidak bisa terus-menerus berada di samping mereka selamanya. Saat anak berada di luar rumah, kita tak bisa mengawasi dan mengontrolnya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memberikan mereka kebebasan sekaligus mengingatkan konsekuensi apa pun pilihan yang diambil.

Sejak masih kecil, ketika anak bermain, saya tidak pernah ikut nimbrung dengan teman-temannya. Bukan karena malas, hanya saja untuk memberi ruang bagi anak bersosialisasi lebih bebas. Tentu saat itu, dia hanya main di sekitar rumah. Namun, ketika tumbuh semakin besar, anak saya bisa berkilo-kilo mainnya.

Hingga belum lama ini, di saat usianya menginjak hampir 11 tahun, seorang pedagang keliling berkata, “Anaknya mainnya jauh banget,”

Ketika mendengar itu, saya pun menjawab, “Temannya tinggal di sana,”

Saya tidak kaget. Jarak dari rumah ke rumah temannya itu memang sekitar 1,5 km. Namun, dia bahkan bisa main lebih jauh lagi, sampai 4 km. Tidak adakah perasaan khawatir? Tidak, saya memang memberikannya kebebasan kepadanya. Saat dia izin pergi main, saya hanya katakan, “Hati-hati”. Mungkin sebagian orang menganggap saya terlalu cuek. Namun, saya percaya tiap orang tua memiliki cara berbeda dalam membesarkan anak-anaknya, termasuk juga saya.

Akan tetapi, saya sebenarnya tidak cuek sama sekali. Setiap kali pulang main, saya akan memintanya bercerita tentang yang dlakukannya saat di luar rumah itu.

Bagi saya, setiap anak harus dibiarkan bereksplorasi. Mencerna banyak hal agar ketika dia mulai dewasa, tidak lagi kaget dengan dunia luar.

Saya pun tidak selalu memberikan nasihat kepadanya. Sebab, diusianya saat ini, dia perlu belajar bertanggung jawab atas tindakan yang dia ambil. Contoh sederhananya, saat uang jajannya hilang, dia tidak boleh pulang ke rumah dan meminta uang lagi. Bukan karena pelit pastinya, namun bagian dari tanggung jawabnya menjaga sesuatu miliknya. Dia paham risiko, jika hilang, artinya dia tidak bisa jajan. Sesederhana itu.

Ada masanya, anak tidak lagi membutuhkan orang tua. Di saat itu, mereka lebih asik bermain dengan teman-temannya. Itu pun yang saya rasakan saat ini. Saya tidak mempermasalahnya karena segala sesuatu ada batas waktunya. Sebagai orang tua saya hanya bisa mengingatkan tentang pentingnya bertanggung jawab.

Dan, saya amat bersyukur bahwa anak saya memiliki lingkaran pertemanan yang sehat, meski kadang mereka bertengkar. Namun, bukankah orang dewasa pun demikian?

Maka, saya jelaskan kepadanya, “Tidak apa-apa bertengkar. Nanti, baikkan lagi. Mama juga kadang bertengkar dengan ini dan itu. Tapi, namanya teman akan saling memahami dan memaafkan.”

Memberi ruang bagi anak untuk berekspresi dan juga kepercayaan bagi mereka karena itu cara untuk memahami cara kerja dunia sesungguhnya. Namun, bukan berarti orang tua melepasnya begitu saja.

Akhir kata, saat anak beranjak remaja, kita harus lebih aktif menjadi pendengar bagi mereka. Dengan begitu, kita tidak lagi dibatasi label orang tua yang kaku melainkan juga bisa menjadi teman mereka. Yang ketika mereka memiliki masalah, kita adalah orang pertama yang mereka cari. [rif]