Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Menakar Isi Dompet Pemerintah

Redaksi
×

Menakar Isi Dompet Pemerintah

Sebarkan artikel ini

Arahan Menteri Keuangan dalam portal resminya menyebut anggaran negara diprioritaskan untuk tiga hal. Pertama, menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat, termasuk tenaga medis. Kedua, memastikan perlindungan dan Jaring Pengaman Sosial untuk masyarakat rentan, dan Ketiga, Perlindungan terhadap dunia usaha.

Tidak mustahil alokasi belanja akan ditambah jika terjadi perkembangan baru dalam pandemi ataupun dampak ekonomi yang lebih buruk dari asumsi dalam outlook. Jika masih sesuai, maka dari outlook belanja sebesar Rp2.613 triliun akan terealisasi sekitar Rp2.600 triliun.

Pendapatan sebesar Rp1.760,9 triliun yang ditargetkan oleh outlook di atas, kemungkinan juga tidak dapat memenuhi target. Penulis memprakirakan hanya akan mencapai Rp1.650 triliun. Penerimaan perpajakan sebesar Rp1.400 triliun. PNBP sebesar Rp250 triliun.

Defisit menurun APBN 2020 sebesar Rp307 triliun. Outlook Pemerintah memprakirakan Rp853 triliun. Penulis sendiri dari uraian di atas memprakirakan sebesar Rp950 triliun.

Oleh karena ada pengeluaran yang tidak bersifat belanja, melainkan sebagai pos pembiayaan, maka tambahan utang yang diperlukan menjadi lebih besar. APBN menyebutnya sebagai pembiayaan utang, yang dalam APBN 2020 sebesar Rp351,9 triliun. Outlook menambahnya menjadi Rp1.006,4 triliun. Penulis sendiri memprakirakan mencapai Rp1.100 triliun.

Arahan Menteri Keuangan secara jelas mengatakan anggaran dan instrumen fiskal tetap dikelola untuk menekan dampak jangka panjang, termasuk memastikan terpenuhinya kecukupan pangan dan menggerakkan kembali perekonomian yang melambat.

Arahan tersebut memperoleh tantangan yang amat berat jika melihat paparan di atas. Dompet pemerintah sedang tipis-tipisnya dan beban utang sudah terasa berat sebelum pandemi. Pemerintah memang tak punya banyak pilihan selain menambah utang. Namun, biayanya makin membebani, antara lain dicerminkan oleh yield SBN yang amat tinggi.

Bagaimanapun, fenomena ini bisa menjadi momentum bagi keterbukaan yang lebih luas dan mudah dipahami publik tentang pengelolaan keuangan negara. Penjelasan tentan mengapa berutang, bagaimana prosesnya dan apa risikonya harus menjadi wacana publik.

Semoga rakyat dan negara Indonesia dapat segera melalui pandemi ini dengan dampak seminimal mungkin. Serta menjadi momen perbaikan bagi pengelolaan negara di masa mendatang.