Belanja Negara pada 2019 mencapai Rp2.310,2 triliun. APBN 2020 merencanakan sebesar Rp2.540,4 triliun. Perubahan yang dirancang Pemerintah menghasilkan outlook kenaikan belanja menjadi Rp2.613,8 triliun. Ada tambahan sekitar Rp73,4 triliun.
Perlu diketahui bahwa outlook itu telah membuat banyak perubahan pada rincian Belanja. Berbagai penghematan telah direncanakan, antara lain berupa pengurangan belanja hampir semua Kementerian/Lembaga. Transfer ke Daerah pun dikurangi, baik karena sebab alamiah maupun hal yang terkait perubahan prioritas akibat pandemi covid-19. Contoh sebab alamiah itu adalah bagi hasil pajak dan sumber daya alam yang memang turun.
Pengurangan akan dilakukan pada satu sisi, namun ada penambahan sebagai antisipasi pandemi dan mitigasi risiko ekonominya. Sebagian tambahan tidak dimasukkan dalam pos belanja, melainkan pos pengeluaran pembiayaan. Outlook mencatat tambahan pengeluaran yang termasuk belanja sebesar Rp255 triliun. Sedangkan penghematan atau pemotongan belanja Rp182.1 triliun.
Arahan Menteri Keuangan dalam portal resminya menyebut anggaran negara diprioritaskan untuk tiga hal. Pertama, menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat, termasuk tenaga medis. Kedua, memastikan perlindungan dan Jaring Pengaman Sosial untuk masyarakat rentan, dan Ketiga, Perlindungan terhadap dunia usaha.
Tidak mustahil alokasi belanja akan ditambah jika terjadi perkembangan baru dalam pandemi ataupun dampak ekonomi yang lebih buruk dari asumsi dalam outlook. Jika masih sesuai, maka dari outlook belanja sebesar Rp2.613 triliun akan terealisasi sekitar Rp2.600 triliun.
Pendapatan sebesar Rp1.760,9 triliun yang ditargetkan oleh outlook di atas, kemungkinan juga tidak dapat memenuhi target. Penulis memprakirakan hanya akan mencapai Rp1.650 triliun. Penerimaan perpajakan sebesar Rp1.400 triliun. PNBP sebesar Rp250 triliun.
Defisit menurun APBN 2020 sebesar Rp307 triliun. Outlook Pemerintah memprakirakan Rp853 triliun. Penulis sendiri dari uraian di atas memprakirakan sebesar Rp950 triliun.
Oleh karena ada pengeluaran yang tidak bersifat belanja, melainkan sebagai pos pembiayaan, maka tambahan utang yang diperlukan menjadi lebih besar. APBN menyebutnya sebagai pembiayaan utang, yang dalam APBN 2020 sebesar Rp351,9 triliun. Outlook menambahnya menjadi Rp1.006,4 triliun. Penulis sendiri memprakirakan mencapai Rp1.100 triliun.
Arahan Menteri Keuangan secara jelas mengatakan anggaran dan instrumen fiskal tetap dikelola untuk menekan dampak jangka panjang, termasuk memastikan terpenuhinya kecukupan pangan dan menggerakkan kembali perekonomian yang melambat.