Tahapan lainnya yang rawan adalah pengunaan hak pilih. Hasil rekaman Bawaslu DKI terhadap isu ini, seperti indikator Pemilih Pindah Memilih yang tidak dapat memberikan hak suaranya dengan isu Pemilih Tambahan, masuk kategori rendah (0,66). Yang juga skor rendah terkait dengan pemilih tidak memenuhi syarat terdaftar dalam DPT, pemilih ganda dalam DPT, pemilih memenuhi syarat tetapi tidak terdaftar dalam DPT, dan penduduk potensial memilih tetapi tidak memiliki KTP-Elektronik.
Pada tahapan pemungutan suara, Bawaslu DKI mendeteksi penghitungan suara ulang dan mobilisasi pemilih tambahan secara mendadak di hari pemungutan suara dengan isu pelanggaran prosedur pemungutan suara masuk kategori kerawanan tinggi (100). Sedangkan sejumlah indikator dan isu terkait lain yang masuk kategori rendah adalah intimidasi terhadap Penyelenggara Pemilu maupun pemilih dalam proses pelaksanaan Pemilu/Pilkada (23,08), pemungutan suara ulang di Pemilu/Pilkada (5,32), keterlambatan perlengkapan (logistik) pemungutan suara (4,93) dan adanya bencana alam yang mengganggu tahapan Pemilu/Pilkada (0,54).
Terkait dengan tahapan penyelenggaraan, Bawaslu DKI memberikan skor rendah. Yakni: untuk indikator keberatan dan/atau sengketa proses Pemilu/Pilkada dengan isu sengketa proses (23,08), putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang ditujukan kepada jajaran KPU dan/atau Bawaslu DKI (10,42), serta rekomendasi dan/atau putusan Bawaslu DKI yang tidak ditindaklanjuti oleh KPU DKI (8,33).
Penolakan Calon dan Calon Tunggal
Diantara tahapan yang masuk kategori tinggi menurut Bawaslu DKI adalah tahapan kampanye dengan indikator himbauan dan/atau tindakan untuk menolak calon tertentu dari tokoh/kelompok tertentu dengan isu penolakan calon. Jadi, Bawaslu DKI memasukan isu penolakan terhadap calon tertentu pada tahapan kampanye. Dan bukan pada tahapan pencalonan atau kandidasi. Tentu saja Bawaslu DKI mempunyai latar belakang, alasan atau argumen dengan metode penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan dengan memasukan isu pencalonan dalam tahapan kampanye sebagai kerawanan tingkat tinggi.
Realitasnya, potret kerawanan yang disigi oleh Bawaslu DKI menampakan empirik atau konkrit. Sebab, belakangan ini kontelasi politik di Pilgub DKI yang tengah trending topics mengarah kepada penolakan secara sistematis terhadap Anies Rasyid Baswedan sebagai calon Gubernur (Cagub) DKI di Pilgub DKI 2024. Indikasinya setelah Partai Golkar memutuskan mendorong Dedi Mulyadi sebagai Cagub Jawa Barat. Dengan langkah tersebut, membuka peluang Ridwan Kamil (RK) dicagubkan di Pilgub DKI.