Scroll untuk baca artikel
Kolom

Negara Bayangan

Redaksi
×

Negara Bayangan

Sebarkan artikel ini
Oposisi Terbuka
Imam Trikarsohadi

Ketika negara gagal membatasi jalur kekuasaan secara sah, kelompok preman muncul sebagai aktor politik dengan wajah ganda: kriminal dan negarawan.

Oleh: Imam Trikarsohadi
(Wartawan Senior)

BARU-BARU ini ramai sebuah video di media sosial yang menunjukkan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo tampak melontarkan amarah kepada Ketua Umum Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB), Hercules Rozario Marshal.

Reaksi keras Gatot muncul setelah Hercules melontarkan pernyataan kontroversial yang menyebut Jenderal (Purn) Sutiyoso sebagai sosok “bau tanah”, dan melontarkan ucapan lainnya yang dinilai merendahkan para purnawirawan TNI.

“Saya sudah dua bulan lebih saya puasa, tidak mau bicara, tidak mau di wawancara. Karena saya sedang mengamati benar situasi ini. Negara kita ini situasi regional, internasional. Tapi begitu masalah Hercules, ini kurang ajar nih orang. Tidak tahu diri. Dia merasa paling hebat,” kata Gatot dalam tayangan yang diunggah di akun Youtube Hersubeno Point, dikutip Kamis, 1 Mei 2025.

Gatot Nurmantyo secara lantang menyebut Hercules sebagai sosok preman yang berlindung di balik identitas organisasi masyarakat. Ia menilai aktivitas GRIB lebih menyerupai praktik premanisme ketimbang aktivitas ormas yang semestinya.

Apa boleh buat, apa yang diungkapkan Gatot hanyalah letupan kecil dari apa yang sesungguhnya diketahui oleh jajaran TNI sejak lama. Sebab, pasca reformasi, kehadiran preman selalu ikut mewarnai retakan-retakan histories negeri ini dan acapkali memasuki ruang-ruang politik. Kehadiran kelomok abu-abu ini, acapkali ikut dalam dinamika perkembangan politik di republik ini.

Jadi, akan sangatlah sulit bila kita memukul rata fenomena preman di Indonesia sebagai parasit yang harus dimusnahkan karena dalam realitasnya mereka juga dibutuhkan dan digunakan oleh segelintir elit.

Celakanya, untuk beberapa kasus, kelompok preman juga berkolaborasi dengan institusi negara.
Kelompok preman yang diantaranya mengatasnamakan ormas juga acapkali dimanfaatkan pula oleh berbagai kekuatan politik seperti partai peserta pemilihan umum.

Demi menjaring massa atau untuk kebutuhan keamanan partai politik (politisi lokal) memasukkan mereka dalam salah satu sayap organisasinya seperti satgas (satuan tugas) yang berbau militeristik. Bahkan dewasa ini banyak ditemui perkumpulan preman yang berkedok organisasi masyarakat, kepemudaan, atau profesi dengan acap kali ditengarai bermuara pada salah satu partai.

Sebagaimana kita tahu bahwa salah satu hal yang fundamental dalam modernisasi ialah pelembagaan atau institusionalisasi kekuasaan.

Namun dengan adanya pengaruh jaringan kelompok preman menyebabkan distorsi dalam pelembagaan politik karena mengarah kepada negara bayangan atau shadow state.