Scroll untuk baca artikel
Blog

Subur-suburlah Premanisme Dipelihara Negara

Redaksi
×

Subur-suburlah Premanisme Dipelihara Negara

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Premanisme masih merupakan kenyataan di Indonesia. Dengan cara-cara yang kita kenal baik dari film maupun kehidupan sehari-hari, mereka terus beregenerasi seakan tak ada habisnya: satu pensiun, sepuluh tumbuh.

Salah satu alasan terbesar kenapa para bandit terus subur adalah, sebab kehadiran mereka acap kali sejalan dengan kepentingan para politikus yang, sialnya, sejak lama memiliki saham lumayan besar di negeri ini.

Mereka bekerja sama, hubungan keduanya manis, seperti Don Corleone dan Walikota Nevada di seri kedua The Godfather.

Bedanya, dunia nyata tak seperti layar perak. Posisi para bandit ini tidak setara dengan politikus. Relasi kuasa terjadi di mana para politikus masih menunjukkan wibawa, sementara para preman hanyalah centeng. Meski demikian, keduanya sama-sama mengambil keuntungan satu sama lain.

Namun di sisi lain, premanisme jelas merupakan entitas barbar yang menghambat diskursus politik. Bahkan, menurut peneliti dari Kyoto University Masaaki Okamoto, “Premanisme dalam skema politik tidak berhenti dengan praktik kekerasan oleh organisasi yang memang mengaku sebagai preman,” katanya dalam diskusi LP3ES, Senin (29/3).

Setelah premanisme mengaktifkan unsur kekerasan, selalu ada persaingan, pemerasan, yang disusul perebutan wilayah kekuasaan di dalamnya. Sementara di saat yang sama, masyarakat kecil pada umumnya hanya bisa menjadi korban atas kekerasan yang terjadi.

Hal-hal buruk nan merugikan yang diawali kekerasan para preman itu semestinya bisa dicegah oleh negara. Namun sayangnya, tidak semua kekerasan dilarang oleh negara.

Dalam soal ini, Masaaki Okamoto menjelaskan setidaknya ada 3 tipologi kelompok kekerasan berdasarkan izin dan legalitas. Pertama, organisasi kekerasan yang legal dan diizinkan seperti lembaga penegakan hukum. Kedua, tidak diizinkan dan ilegal, seperti teroris dan mafia. Ketiga, diizinkan beroperasi oleh negara, tetapi ilegal.

“Tipe kelompok kekerasan ketiga banyak dijumpai di wilayah Asia Tenggara. Dalam kasus di Jepang, kelompok kekerasan dengan varian tersebut merupakan Yakuza.” Kata Okamoto.

Di Filipina, ada suatu kelompok yang disebut ‘Death Squad’ dan pasukan liar/milisi (kelompok masyarakat sipil yang dikoordinasikan untuk membentuk suatu jasa paramiliter). Di Myanmar ada kudeta dan ribuan milisi yang diakui oleh undang-undang, tetapi melakukan tindakan ilegal.

Di Thailand ‘The National Defense Volunteers’ dibentuk untuk melawan represi terhadap monarki atau elite, juga terlibat dalam tindakan yang ilegal. Di Malaysia juga ada kelompok gangster yang bekerjasama dengan polisi dalam mengamankan suatu wilayah.