Scroll untuk baca artikel
Opini

Mendesak Akuntabilitas Penanganan Covid-19

Redaksi
×

Mendesak Akuntabilitas Penanganan Covid-19

Sebarkan artikel ini
Oleh: Yusdi Usman & Aldi M. Alizar*

Awalnya, Covid-19 merupakan isu kesehatan di Wuhan, China. Kemudian ia berkembang menjadi isu sosial, ekonomi, dan politik. Wabah Covid-19 lalu menjadi isu global karena menerpa lebih dari 204 negara. Setiap negara mempunyai tingkat keterpaparan wabah yang berbeda, sehingga cara merespons dan menangani wabah Covid-19 ini berbeda pula.

Di sejumlah negara, pendekatan yang digunakan dalam merespon dan menangani wabah Covid-19 adalah lockdown. Interaksi sosial warga dikunci ketat sehingga menghambat penyebaran Covid-19 di wilayah lockdown sendiri dan ke wilayah-wilayah lainnya. Lockdown merupakan pendekatan state driven social distanding yang sangat efektif di sejumlah negara, termasuk di Wuhan, China. Amerika, Prancis, Italia, dan sejumlah negara lain juga memilih pendekatan ini.

Indonesia, pemerintah membuat kebijakan social distancing yang diberi nama PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). PSBB ini dibuat berbasis pada PP No. 21/2020 yang ditandatangani Presiden Jokowi tanggal 31 Maret 2020. PSBB ini merupakan pendekatan yang ada dalam UU No. 6/2018 tentang Karantina Kesehatan. Secara teknis, PSBB ini diatur dalam Permenkes No. 9/2020 dan Permenhub No. 18/2020.

Dalam penerapannya, setiap daerah bisa membuat peraturan gubernur yang mengatur pelaksanaan teknis di tingkat daerah. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta misalnya, setelah mendapat persetujuan pemerintah pusat, mengeluarkan Pergub No. 33/2020 tentang PSBB dalam penanganan Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta. Sementara Pemprov Jawa Barat mengeluarkan Pergub No. 27/2020 tentang Pedoman PSBB dalam Penanganan Covid-19 di lima kabupaten/kota dalam Provinsi Jawa Barat.

Bagaimanapun, setelah proses panjang dalam menentukan pilihan kebijakan dalam penanganan Covid-19 sejak awal Maret 2020, sebulan kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan PSBB ini. Meskipun terlambat, kebijakan ini menjadi payung hukum yang mengikat semua orang dalam wilayah penerapan PSBB. Namun demikian, PSBB cenderung lebih longgar dibandingkan lockdown yang dilakukan oleh sejumlah negara. Kelonggaran ini mempunyai konsekuensi pada tanggung jawab pemerintah yang lebih ringan terhadap dukungan anggaran dalam penanganan Covid-19.

Namun, apapun pendekatan yang dilakukan pemerintah, semua pihak berharap terpenuhinya prinsip tata kelola yang baik di satu sisi (khususnya aspek akuntabilitas). Dan adanya partisipasi publik yang berkualitas dan otentik di sisi lain. Keduanya menjadi penting untuk memastikan efektivitas penerapan kebijakan PSBB di tingkat lapangan. Sehingga, dapat mencegah penyebaran dan penularan Covid-19 ke wilayah yang lebih luas.

Perlunya Akuntabilitas Covid-19

Akuntabilitas dalam penanganan Covid-19 menjadi penting diperhatikan oleh pemerintah dan semua pihak. Meski penanganan Covid-19 merupakan penanganan darurat, aspek tata kelola harus menjadi prioritas. Hal itu dalam rangka efektivitas keberhasilan di satu sisi dan mengurangi dampak negatif di sisi lain. Semakin akuntabel proses penanganan, akan semakin baik bagi pemerintah dan semua pihak.

Akuntabilitas merupakan bagian dari konsep tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang diterapkan di banyak negara, termasuk Indonesia tentunya. Bank Dunia membuat enam indikator dari good governance, yakni (a) voice and accountability; (b) political stability and absence of violence; (c) government effectiveness; (d) regulatory quality; (e) rule of law; and (f) control of corruption (Kaufmann et al., 2003).

Terlihat akuntabilitas merupakan indikator penting dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Bank Dunia menggunakan istilah voice and accountability, yang dapat diterjemahkan suara publik atau partisipasi publik dan akuntabilitas. Dengan demikian, akuntabilitas dan partisipasi publik mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Akuntabilitas, salah satunya, membutuhkan adanya partisipasi publik pada spektrum yang kuat untuk melahirkan kebijakan publik yang lebih bagus.