Scroll untuk baca artikel
Blog

Mendesak Akuntabilitas Penanganan Covid-19

Redaksi
×

Mendesak Akuntabilitas Penanganan Covid-19

Sebarkan artikel ini

Dengan demikian, apakah kebijakan PSBB ini cenderung akuntabel (bisa dipertanggungjawabkan) kepada rakyat? Hal ini tergantung pada sejauh mana pendekatan ini akan efektif dalam penanganan Covid-19 di Indonesia. Jika ternyata PSBB tidak efektif, dan penyebaran Covid-19 bertambah besar, tentu publik perlu meminta pertanggungjawaban pemerintah. Termasuk membuat kebijakan baru yang lebih efektif dan akuntabel.

Akuntabilitas kebijakan Covid-19 ini tidak hanya dilihat di tingkat nasional, namun juga bagaimana pelaksanaan kebijakan di tingkat daerah. Sampai tulisan ini dibuat (14 April 2020), baru dua provinsi yang menerapkan PSBB, yakni DKI Jakarta dan Jawa Barat (khususnya lima kabupaten/kota: Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi). Pelaksanaan kebijakan Covid-19 di tingkat daerah akan lebih terlihat oleh masyarakat di tingkat lapangan.

Kedua, akuntabilitas anggaran Covid-19. Akuntabilitas anggaran berkaitan dengan alokasi anggaran dan peruntukannya. Pemerintah pusat, misalnya, sesuai dengan PP No. 21/2020 mengalokasikan anggaran sebesar 405,1 Triliun rupiah untuk penanganan Covid-19 di tingkat nasional. Sementara di tingkat daerah, masing-masing daerah mengalokasikan anggaran yang berbeda-beda tergantung kemampuan daerah dan tingkat keterpaparan Covid-19 di wilayah tersebut. Yang paling penting dari akuntabilitas anggaran ini adalah bagaimana mencegah terjadinya penyelewengan dan korupsi dalam penggunaan angaran yang begitu besar.

Ketiga, akuntabilitas data dan informasi Covid-19. Data memang menjadi sesuatu yang sangat sensitif di masyarakat. Sampai tanggal 12 April 2020, Pemerintah Indonesia mengeluarkan data positif Covid-19 sebanyak 4.241 kasus. Meninggal sebanyak 373 orang. Dan sembuh sebanyak 359 orang. Data yang dikeluarkan pemerintah tersebut, tentu saja, menjadi data resmi yang menjadi acuan semua pihak.

Namun demikian, sebagian kalangan meragukan keberanaran data yang dikeluarkan pemerintah. Beberapa hari lalu, sejumlah peneliti dari gabungan sejumlah universitas, yakni ITB, Unpad, UGM, Essex and Khalifa University, University of Southern Denmark, Oxford University, ITS, Universitas Brawijaya, dan Universitas Nusa Cendana, membuat permodelan dan memperkirakan data positif Covid-19 di DKI Jakarta sebanyak 32.000 kasus positif. Banyak pihak lain juga mengeluarkan data yang berbeda-beda.

Karena itu, sangat penting bagi pemerintah sendiri untuk mengeluarkan data seakurat mungkin, sehingga akuntabel kepada masyarakat secara baik. Jika akuntabilitas data ini rendah, maka kepercayaan masyarakat kepada pemerintah juga akan menurun.