Keempat, akuntabilitas dalam penegakan hukum. Penegakan hukum berkaitan dengan upaya pemerintah dan masyarakat dalam menjalankan aturan-aturan yang ada dalam UU No. 6/2018, PP No. 21/2020, Permenkes No. 9/2020, dan Permenhub No. 18/2020. Demikian juga aturan pemerintah daerah, yakni Pergub DKI Jakarta No. 33/2020 dan Pergub Jawa Barat No. 27/2020. Dalam hal ini, keterlibatan aparat yang berwenang dalam penegakan hukum terhadap aturan yang ada menjadi sangat penting.
Pemerintah perlu memastikan bahwa semua aturan dalam kebijakan Covid-19 ini dijalankan dengan baik. Demikian juga kalau ada pelanggaran, tidak boleh dibiarkan, karena berdampak buruk pada penyebaran Covid-19 ke wilayah lebih luas. Jika penegakan hukum tidak berjalan baik, akuntabilitasnya akan cenderung rendah, dan masyarakat bisa melakukan gugatan class action.
Akuntabilitas Covid-19 Berbasis Partisipasi Publik
Seperti sudah disebut, Bank Dunia menggunakan istilah voice and accountability sebagai salah satu indikator good governance. Dengan demikian, akuntabilitas hanya akan bisa dilaksanakan jika dan hanya jika partisipasi publik berjalan dengan baik.
Dalam konteks Covid-19, ada dua partisipasi publik yang bisa dilaksanakan pemerintah, yakni partisipasi publik aktif dan partisipasi publik pasif. Partisipasi publik aktif berkaitan dengan keterlibatan publik dalam memengaruhi proses perumusan kebijakan, sehingga dihasilkan kebijakan publik yang lebih baik sesuai aspirasi masyarakat. Sementara partisipasi publik pasif merupakan partisipasi dimana masyarakat terlibat dalam pelaksanaan sebuah kebijakan yang sudah diputuskan oleh pemerintah.
IAP2 (International Association for Public Participation) mempunyai spektrum partisipasi publik yang digunakan secara global di banyak negara. IAP2 merumuskan lima tingkat partisipasi publik, yakni yang paling rendah adalah inform (menginformasikan masyarakat), meningkat menjadi consult (konsultasi dengan masyarakat), lalu involve (melibatkan masyarakat), kemudian collaborate (berkolaborasi bersama masyarakat), dan yang paling tinggi adalah empower (memberdayakan masyarakat dalam perumusan kebijakan publik).
Dalam penanganan Covid-19, lima spektrum partisipasi publik ini bisa digunakan secara terpisah untuk memastikan masyarakat terlibat. Baik itu dalam partisipasi publik aktif (perumusan kebijakan) maupun dalam partisipasi publik pasif (pelaksanaan kebijakan).
Yang penting diperhatikan adalah bahwa partisipasi publik ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari akuntabilitas dalam penanganan Covid-19. Semakin tinggi partisipasi publik, baik aktif maupun pasif, diharapkan semakin akuntabel penanganan Covid-19 oleh pemerintah di semua aspek, baik akuntabilitas kebijakan, akuntabilitas anggaran, akuntabilitas data/informasi, dan akuntabilitas dalam penegakan hukum Covid-19.