Scroll untuk baca artikel
Blog

Menerka Tujuan Elit Politik Dibalik Usulan Penundaan Pemilu, Bisa Picu Konflik

Redaksi
×

Menerka Tujuan Elit Politik Dibalik Usulan Penundaan Pemilu, Bisa Picu Konflik

Sebarkan artikel ini

Kalau asal tunda pemilu dan asal perpanjang masa jabatan tanpa dasar konstitusional dan pijakan hukum yang kuat, maka ada kemungkinan timbulnya krisis legitimasi dan krisis kepercayaan

BARISAN.CO – Usulan penundaan Pemilu 2024 tiba-tiba mengemuka. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang awalnya melempar isu penundaan Pemilu 2024 ini.

Muhaimin Iskandar alias Cak Imin beralasan ekonomi masyarakat menurut dia belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19. Menurut dia, pelaksanaan Pemilu yang rencananya akan digelar pada Februari 2024 itu juga berpotensi menimbulkan konflik karena pandemi.

Seletah Cak Imin, kini giliran Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan yang melakukannya. Menurut Zulhas, sapaan akrab Zulkifli Hasan, ada beberapa alasan kenapa Pemilu 2024 ditunda, salah satunya terkait kepuasan kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat tinggi.

Usulan ini pun disambut Partai Golkar. Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng mengaku pihaknya tengah mengkaji usulan penundaan itu. Menurutnya, usulan itu bukan hal tabu untuk dibahas, selagi prosesnya dilakukan secara konstitusional, hal itu sah-sah saja.

Melchias menyebut, keinginan memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi karena seiring permintaan masyarakat yang disampaikan kepada Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, maupun kepada fraksi Golkar di DPR.

Sebagai partai politik, kata dia, pihaknya bertanggung jawab memperjuangkan aspirasi masyarakat.

“Tentu harus melibatkan semua Parpol di parlemen dan unsur DPD RI. Bagaimana sikap PDIP, Gerindra, PKB, Nasdem, Demokrat, PAN, PPP, PKS dan DPD RI. Golkar siap membahas sesuai mekanisme konstitusi,” katanya mengutip dari CNN Indonesia, Jumat (25/2/2022).

Pengusul Penundaan Pemilu Pro Status Quo

Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Khoirul Umam menilai, sikap petinggi parpol tersebut merepresentasikan rendahnya kepercayaan diri mesin politik mereka dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang.

“Rendahnya elektabilitas membuat mereka tidak yakin mampu berkompetisi dengan nama-nama tokoh berelektabilitas papan atas yang selama ini bertengger di mainstream survei,” kata Umam kepada wartawan, Jumat (25/2/2022).

Menurut Umam, jika mereka salah mengambil sikap dan skema koalisi, posisi ketiga pimpinan parpol itu rentan tergilas oleh dinamika kekuasaan. Pun jika mereka salah mengambil posisi, mesin regenerasi kepemimpinan partai siap menyambut mereka di internal partainya masing-masing.

“Pergantian Airlangga Hartarto sudah dinantikan kelompoknya Bambang Susetyo. Kepemimpinan Cak Imin sudah dibayang-bayangi oleh konsolidasi kekuatan Gus Durian yang dimotori Yenny Wahid dan sejumlah mantan Sekjen PKB yang tersingkir,” ujarnya.

Sedangkan kepemimpinan Zulkifli Hasan, kata Umam, masih berharap mendapatkan menteri, untuk rekonsolidasi kekuatan menghadapi dampak perpecahan internal partainya. Sehingga skema buying time strategy menjadi pilihan rasional bagi mereka.

“Sementara partai-partai yang merasa sudah siap bertarung di 2024 seperti Gerindra, Partai Demokrat, Nasdem, PKS lebih tegas menolaknya,” imbuhnya.

Usulan Penundaan Pemilu Terkait IKN Nusantara

Di sisi lain, menurut Umam, wacana penundaan Pemilu mengandung ancaman yang bersifat strategis. Pasalnya, aturan konstitusi dan kebijakan publik semakin rentan dibajak oleh koalisi kepentingan elit.

Ia menyebut, hanya dengan Perppu yang dikeluarkan Presiden, aturan jadwal kepemiluan bisa berubah. Umam menduga, agenda penundaan Pemilu ini juga terkait langsung dengan skema pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

“Jika Pemilu mendatang dilaksanakan saat bangunan dasar IKN sudah selesai, maka akan ada kejutan baru berupa skema pemilihan Presiden secara tidak langsung oleh MPR,” bebernya.

Menurut Umam, jika aturan yang semula sempat ditumpangkan ke dalam skema amandemen konstitusi itu berhasil dilakukan, maka nama-nama elite parpol yang tidak memiliki elektabilitas kuat, bisa dengan mudah membajak struktur kekuasaan negara.