BARISAN.CO – Film Mencuri Raden Saleh menarik perhatian publik belakangan ini. Film ini menceritakan tentang sekelompok anak muda yang rata-rata mahasiswa menerima misi untuk menukar lukisan ‘Penangkapan Pangeran Diponegoro’ karya Raden Saleh.
Dalam tempo sepekan pada 1 September 2022, film Mencuri Raden Saleh ini akhirnya mampu meraih sejuta penonton di bioskop. Angka ini diyakini akan terus meningkat, karena film garapan sutradara Angga Dwimas Sasongko ini masih terus diputar di bioskop.
Berkat film ini, publik pun jadi ingin tahu tentang sosoknya yang disebut sebagai pelukis besar di Indonesia itu.
Raden Saleh adalah seniman Indonesia pertama yang melukis dengan disiplin Barat. Ia dinobatkan sebagai pelopor seni lukis modern Indonesia.
Biografi Raden Saleh
Raden Saleh Sjarif Boestaman lahir di Terboyo, dekat Semarang dari Rahim sang Ibu, Raden Mas Adjeng Zarip. Sementara ayahnya, Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin Jahja yang merupakan keturunan Arab.
Tahun lahirnya simpang siur. Dalam sebuah lukisan pitret diri, Raden Saleh menulis lahir Mei 1811, namun dalam sebuah surat ia pernah menyebutkan tahun 1814.
Saat baru berusia sepuluh tahun, Raden Saleh diserahkan kepada pamannya yang menjabat sebagai Bupati Semarang, ketika Indonesia masih dikolonialisasi oleh Belanda (Hindia Belanda).
Raden Saleh sudah gemar menggambar dari sejak kecil. Bakatnya di bidang seni sudah mulai menonjol saat Saleh kecil bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School). Tak jarang di kala gurunya sedang mengajar, ia malah asyik menggambar. Meskipun begitu, sang guru tak pernah marah, karena kagum melihat hasil karya muridnya.
Ketika masih berusia 12 tahun atau 15 tahun, dengan bakat melukisnya, Raden Saleh berhasil mencuri perhatian seorang pelukis Belgia bernama A.A.J. Payen. A.A.J.
Payen adalah pelukis yang datang ke Indonesia untuk membantu Prof Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor yang kala itu masih bernama Buitenzorg.
Adapun Prof Reinwardt juga merupakan Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau-pulau sekitarnya pada masa pemerintahan kolonial Belanda.
Prof Reinwardt bersama satu tim juru gambar dan juru lukis, termasuk A.A.J. Payen, berkeliling Pulau Jawa, dan kemudian bertemu dengan Raden Saleh yang kala itu tinggal di Cianjur, di rumah Residen Priangan, Jonkheer Robert L.S. Van der Capellen.
Kala itu, Raden Saleh juga disebut mengenyam pendidikan di Sekolah Raja yang didirikan Van der Capellen. Bakat melukis Raden Saleh pun mampu memikat hati Payen. Ia kemudian diangkat menjadi murid sang pelukis keturunan Belgia itu.
Belajar ke Belanda
Karena kemampuan Raden Saleh yang dinilai Payen semakin matang, Ia kemudian mengusulkan agar anak didiknya itu mendapatkan pendidikan yang lebih baik di Belanda. Usulan itu kemudian mendapatkan dukungan yang positif dari G.A.G.Ph. van der Capellen, setelah Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1819 – 1826) itu melihat karya Raden Saleh.
Pada tahun 1829, hampir bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Capellen memberangkatkan Saleh untuk belajar ke Belanda.
Keberangkatannya bukan hanya untuk belajar seni lukis tapi mengemban tugas juga untuk mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge mengenai adat-istiadat Jawa, Bahasa Jawa, dan Bahasa Melayu.
Di Belanda, Raden Saleh belajar di bawah bimbingan Cornelius Kruseman dan Andries Schelfhout. Semasa menimba ilmu di sana, kemampuannya berkembang pesat. Kesempatan untuk bisa belajar di luar negeri benar-benar dimanfaatkan Raden Saleh. Dua tahun pertama ia memperdalam bahasa Belanda dan belajar teknik mencetak menggunakan batu.