Scroll untuk baca artikel
Ekonopedia

Mengenal Transaksi Berjalan [Bagian Tiga]

Redaksi
×

Mengenal Transaksi Berjalan [Bagian Tiga]

Sebarkan artikel ini

Pada tahun 2020, neraca barang mengalami surplus yang cukup besar, mencapai US$28,2 miliar. Dari ekspor sebesar US$163,34 miliar, dibandingkan impor sebesar US$135,14 miliar.

Pada tahun 2020, neraca barang minyak mengalami defisist sebesar US$7,86 miliar, dan gas mengalami surplus sebesar US$2,46 miliar. Sedangkan barang nomigas tercatat surplus sebesar US$29,87 miliar.

Sejak tahun 2011 neraca perdagangan migas mengalami defisit dengan nilai berfluktuasi. Neraca perdagangan gas selalu mengalami surplus. Nilai surplusnya cenderung berkurang. Sempat sedikit meningkat pada 2017 dan 2018. Kembali turun surplusnya pada 2019 dan 2020.

Grafik 1: Ekspor Impor 2004-2020

Sumber data: Bank Indonesia, diolah.

Sedangkan neraca perdagangan minyak memang telah lama mengalami defisit. Defisitnya meningkat pada 2010 sampai dengan 2014. Sempat membaik pada 2015 dan 2016, namun kembali meningkat pada 2017 dan 2018. Defisitnya kembali turun pada 2019 dan 2020.

Neraca barang Nonmigas masih selalu mengalami surplus. Sempat mengalami lonjakan dan mencapai nilai tertinggi pada tahun 2011, yaitu sebesar US$32,87 miliar. Namun seketika anjlok pada tahun 2012, menjadi sebesar US$11,96 miliar. Perlahan naik dari tahun 2013 sampai dengan 2017. Turun drastis kembali pada 2018 dan relatif stagnan pada tahun 2019. Pada 2020 surplusnya kembali cukup besar.

Perlu diketahui bahwa surplus kadang diperoleh karena impor yang turun lebih cepat. Sebagaimana yang terjadi pada tahun 2020, nilai ekspor barang sebenarnya mengalami penurunan dibanding 2019.

Masalah yang bersifat fundamental dalam Neraca Barang sebenarnya bukanlah soal surplus atau defisitnya saja. Melainkan fakta bahwa struktur ekspor masih kurang kokoh. Baik dilihat dari aspek komoditas maupun negara tujuan.

Kelompok barang yang berasal dari ekstraksi hasil alam dan yang hanya sedikit diolah masih memiliki porsi cukup besar. Selain bernilai tambah tidak maksimal, harga komoditasnya pun amat fluktuatif, dan Indonesia bukan penentu harga.

Barang ekspor yang berasal dari industri pengolahan juga masih memiliki konten impor dalam porsi besar. Secara keseluruhan, ragam barang ekspor masih kurang bervariasi, dan komoditas unggulan bersifat kurang menentukan dalam pasar internasional.

Ekspor nonmigas Indonesia lebih didominasi oleh produk primer atau produk tanpa olahan atau hanya sedikit olahan, jika dilihat berdasar Standard International Trade Classification (SITC).

Laporan NPI Bank Indonesia tentang ekspor berdasar SITC mengelompokannya ke dalam tiga kategori: produk primer, produk manufaktur, dan produk lainnya. Produk primer terdiri dari produk pertanian serta bahan bakar dan pertambangan. Produk pertanian sendiri terdiri dari makanan dan bahan baku.