Scroll untuk baca artikel
Ekonopedia

Mengenal Transaksi Berjalan [Bagian Tiga]

Redaksi
×

Mengenal Transaksi Berjalan [Bagian Tiga]

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CONeraca Barang (goods) merupakan salah satu bagian dari Transaksi Berjalan. Mencakup transaksi ekspor dan impor barang dagangan umum dan barang lainnya.

Bank Indonesia mencatatnya sebagai terdiri dari barang dagangan umum dan barang lainnya. Barang dagangan umum terdiri dari nonmigas, minyak dan gas. Sedangkan barang lainnya terutama berupa emas nonmoneter.

Perlu diketahui bahwa nilai impor dalam neraca barang dari Transaksi Berjalan atau NPI adalah Free on Board (FoB), atau nilai di pelabuhan negara penjual. Bukan nilai barang ketika sudah sampai di pelabuhan atau bandara Indonesia.

Berbeda dengan nilai impor dalam data Neraca Perdagangan yang biasa dipublikasikan oleh BPS tiap bulan. Nilai impor dalam data Neraca Perdagangan BPS memakai konsep Cost, Insurance and Freight (CIF), harga ketika telah sampai di Indonesia. Artinya telah memasukan berbagai biaya impor, seperti biaya pengapalan dan premi asuransi.

Sedangkan data tentang nilai ekspor relatif sama. BPS dan BI memakai nilai fob dalam posisi Indonesia sebagai negara penjual. Sumber datanya juga sama dari dokumen ekspor yang berasal dari Bea dan Cukai. Adanya sedikit perbedaan lebih disebabkan perlakuan catatan tertentu dan soal kemutakhiran data yang bersifat sementara.

Pada tahun 2020, neraca barang dalam NPI mengalami surplus US$28,2 miliar. Dari ekspor sebesar US$163,34 miliar, dibandingkan impor sebesar US$135,14 miliar.

Sedangkan neraca perdagangan dari BPS melaporkan surplus sebesar US$21,74 miliar dollar. Dari ekspor sebesar Rp163,31, dibandingkan impor sebesar US$141,57 miliar—neraca versi BPS lebih umum dikenal publik dan menjadi pemberitaan media.

Oleh karena tulisan ini ingin mengurai soalan defisit transaksi berjalan, maka laporan yang dipakai adalah neraca barang dalam NPI versi Bank Indonesia terlebih dahulu. Namun pada subbab selanjutnya akan dibahas versi BPS.

Grafik 1: Ekspor Impor 2004-2020

Sumber data: Bank Indonesia, diolah.

Neraca Barang Indonesia selama periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2017 selalu mencatatkan surplus. Nilai ekspor melebihi nilai impor selama setahun. Nilai surplusnya sempat merosot drastis pada tahun 2012, ketika ekspor turun dan impor tetap meningkat. Meningkat kembali perlahan-lahan pada tahun 2013-2017.

Pada tahun 2018, untuk pertama kalinya Neraca Barang mengalami defisit, meski nilainya masih kecil, yaitu sebesar US$228 juta. Nilai ekspor barang pada tahun 2018 sebesar US$180,73 miliar. Sedangkan nilai impor sebesar US$180,95 miliar.

Pada tahun 2019, neraca Barang kembali mencatatkan surplus sebesar US$3,51 miliar. Nilai ekspor barang sebesar US$125,06 miliar, dan nilai impor sebesar US$122,13 miliar. Surplus yang terbilang paling sedikit dibandingkan tahun-tahun lampau, selain tahun 2018.

Pada tahun 2020, neraca barang mengalami surplus yang cukup besar, mencapai US$28,2 miliar. Dari ekspor sebesar US$163,34 miliar, dibandingkan impor sebesar US$135,14 miliar.

Pada tahun 2020, neraca barang minyak mengalami defisist sebesar US$7,86 miliar, dan gas mengalami surplus sebesar US$2,46 miliar. Sedangkan barang nomigas tercatat surplus sebesar US$29,87 miliar.

Sejak tahun 2011 neraca perdagangan migas mengalami defisit dengan nilai berfluktuasi. Neraca perdagangan gas selalu mengalami surplus. Nilai surplusnya cenderung berkurang. Sempat sedikit meningkat pada 2017 dan 2018. Kembali turun surplusnya pada 2019 dan 2020.

Grafik 1: Ekspor Impor 2004-2020

Sumber data: Bank Indonesia, diolah.

Sedangkan neraca perdagangan minyak memang telah lama mengalami defisit. Defisitnya meningkat pada 2010 sampai dengan 2014. Sempat membaik pada 2015 dan 2016, namun kembali meningkat pada 2017 dan 2018. Defisitnya kembali turun pada 2019 dan 2020.