IDS menyajikan External debt stocks to exports Indonesia sebesar 194% pada tahun 2019. Posisi ULN Indonesia telah hampir dua kali lipat dari nilai ekspor. Lebih tinggi dari rasio seluruh negara berpendapatan rendah dan menengah sebesar 107%. Posisi ULN dari seluruh negara pada kelompok itu (Indonesia ikut diperhitungkan) hampir setara dengan nilai ekpornya.
Sedangkan dalam hal rasio utang luar negeri atas PDB, tercatat dalam SULNI Bank Indonesia sempat hanya sebesar 25,03% pada akhir tahun 2011. Setelahnya cenderung meningkat sampai dengan tahun 2015. Sempat turun pada periode tahun 2016 dan 2017. Meningkat kembali pada tahun 2018 hingga menjadi 39,41% pada akhir 2020.
Grafik 2: Persentase Rasio ULN/PDB (2009-2020)
Sumber data: Bank Indonesia, SULNI.
Laporan International Debt Statistics (IDS) 2021 yang telah dikutip di atas, memakai rasio dengan besaran Gross National Income (GNI). GNI mencakup pendapatan neto faktor luar negeri, sehingga dalam kasus Indonesia, GNI sedikit lebih kecil dibanding GDP (PDB).
IDS menyajikan data posisi ULN Indonesia sebesar US$402 miliar, sedangkan GNI sebesar US$1.086 miliar pada tahun 2019. Dengan demikian, rasionya sebesar 37%. Laporan IDS memperlihatkan rasio seluruh negara berpendapatan rendah dan menengah (termasuk Indonesia) sebesar 26%. Dengan kata lain, rasio Indonesia lebih tinggi dari rata-rata.
Indikator rasio posisi ULN dengan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2020 dilaporkan Bank Indonesia sebesar 32,55%. Diperoleh dari posisi ULN sebesar US$417,48 miliar, dan posisi cadangan devisa sebesar US$135,9 miliar.
Grafik 3: Persentase Rasio Posisi Cadangan Devisa/ULN (2010-2020)
Sumber data: Bank Indonesia, SULNI.
Data SULNI Bank Indonesia memperlihatkan rasio ini cenderung turun selama beberapa tahun terakhir, meski sedikit membaik pada tahun 2020. Laporan IDS 2021 juga menunjukkan rasio Indonesia sebesar 31% pada tahun 2019. Jauh lebih rendah dibanding rata-rata seluruh negara berpendapatan rendah dan menengah yang mencapai 72%.
Hal itu antara lain sekurangnya menunjukkan dua hal. Pertama, masuknya ULN memang langsung menambah cadangan devisa. Namun dalam kurun waktu berikutnya, secara keseluruhan ULN kurang efektif dalam mendorong produksi yang menghasilkan devisa. Porsi ULN yang dipakai sebagai modal memproduksi barang dan jasa yang dijual ke dalam negeri, masih cukup besar.
Kedua, kemampuan dalam membayar beban ULN Indonesia terindikasi makin menurun. Posisi ULN yang makin besar membutuhkan cadangan devisa yang lebih banyak untuk membayar pokok utang dan bunga utang.
Tentang kemampuan membayar beban ULN serta perhitungan risikonya di masa mendatang akan dibahas dalam tulisan selanjutnya. []