Scroll untuk baca artikel
Blog

Mengenang KH Zainuddin MZ, Dai ‘Sejuta Umat’ Asal Betawi yang Dakwahnya Bisa Diterima Semua Kalangan

Redaksi
×

Mengenang KH Zainuddin MZ, Dai ‘Sejuta Umat’ Asal Betawi yang Dakwahnya Bisa Diterima Semua Kalangan

Sebarkan artikel ini

Kemampuan Zainuddin menampilkan aspek-aspek indah serta luhur dari Islam menjadikan Islam dapat diterima oleh publik luas lintas identitas. Jika diamati dengan cermat lewat setiap ceramahnya, struktur pemikiran keislaman KH Zainuddin MZ terdiri dari tiga komponen utama yakni semangat lokalitas yang merupakan cerminan dari pemikiran yang khas orang berkebudayaan Betawi, yang menghargai pluralitas dan kuat berkeislaman secara substansial dan terlihat unik penuh humor secara visual.

Komponen berikutnya adalah medium perjuangan yakni bahwa pemikiran Islam KH Zainuddin MZ disampaikan dengan menggunakan medium ceramah dan dakwah di level kultural, serta menggunakan medium partai di level politik praktis. Sementara komponen lainnya adalah adanya visi edukasi dalam setiap pemikiran keislaman KH Zainuddin MZ di mana visi ini menyeimbangkan antara pengejaran aspek duniawi tanpa mengabaikan tujuan ukhrawi.

Zainuddin sempat berkecimpung di dunia politik pada 1977. Dia pernah bergabung di PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Keterlibatannya dalam partai berlambang ka’bah itu tidak bisa dilepaskan dari guru ngajinya, KH Idham Khalid.

Namun di awal tahun 2002, karena merasa tidak cocok dengan PPP, Zainuddin bersama rekan politiknya mendeklarasikan PPP Reformasi yang kemudian berubah menjadi Partai Bintang Reformasi (PBR). Ia juga secara resmi ditetapkan sebagai calon presiden oleh partai ini. Zainuddin pun menjadi ketua umum pertamanya di PBR sampai tahun 2006. Kemudian terjadi pertikaian di PBR, Zainuddin pun kembali ke PPP atas tawaran Ketum PPP Suryadharma Ali.

Pada 5 Juli 2011, kabar duka datang tiba-tiba. KH Zainuddin MZ menghembuskan nafas terakhir dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Pusat Pertamina, karena serangan jantung dan gula darah.

Beberapa jam sebelumnya, Zainuddin masih sempat sarapan pagi di rumahnya di bilangan Gandaria, Jakarta Selatan. Dia ditemani seperti biasa oleh istri dan anak-anaknya. Namun, tak lama kemudian, sang kepala keluarga itu pingsan. Istri dan anak-anaknya segera membawanya ke Rumah Sakit.

Lautan manusia mengantar pemakamannya. Alunan doa, takbir, dan tahlil tak henti mengalir dari mulut mereka yang mengiringi jenazah sang kiai. Jasadnya dikebumikan di halaman belakang Masjid Fajrul Islam, yang terletak di seberang rumah pribadi almarhum di Jakarta. []