BARISAN.CO – Hari ini 69 tahun lalu, tepatnya 2 Maret 1952 KH Zainuddin MZ dilahirkan. Popularitas sosok yang bernama asli Zainuddin Hamidy Turmudzi itu sebagai dai sejuta umat tak hanya terjadi di atas panggung, tetapi juga televisi, radio hingga kaset-kaset. Massanya tak hanya di tempat kelahirannya yakni Jakarta, tetapi juga di berbagai daerah di Indonesia.
Sebagaimana dikutip dari Republika, inisial MZ yang dicantumkan dibelakang namanya merupakan singkatan dari nama ayahnya yaitu, Turmudzi yang menikah dengan Zainabun.
Perjalanan hidup Kiai Zainuddin MZ dipaparkan dalam buku Dakwah & Politik ‘Dai Berjuta Umat’ (1997; editor Idris Thaha). Disebutkan di sana, Zainuddin berasal dari keluarga Betawi asli. Hidup dalam keluarga yang terbilang sederhana. Rumah orang tua Zainuddin terletak di Gang Cemara, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel). Turmudzi sehari-hari bekerja sebagai pegawai rendah di Perusahaan Listrik Negara (PLN). Di samping itu, dia juga menyambi berdagang sayur-mayur. Adapun istrinya mengurus rumah tangga.
Sayang, Turmudzi wafat ketika anak semata wayangnya itu masih berusia dua tahun. Sebagai yatim, Udin—demikian nama kecil Zainuddin—diasuh kakek dan neneknya.
Zainuddin kecil memang sudah nampak mahir berpidato. Udin -nama panggilan keluarganya- suka naik ke atas meja untuk berpidato di depan tamu yang berkunjung ke rumah kakeknya.
‘Kenakalan’ berpidatonya itu tersalurkan ketika mulai masuk Madrasah Tsanawiyah hingga tamat Madrasah Aliyah di Darul Ma’arif, Jakarta. Di sekolah ini ia belajar pidato dalam forum Ta’limul Muhadharah (belajar berpidato). Kebiasaannya membanyol dan mendongeng terus berkembang. Setiap kali tampil, ia memukau teman-temannya.
Kemampuannya itu terus terasah saat menempuh pendidikan tinggi di Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, IAIN Syarif Hidayatullah (kini UIN Ciputat). Permintaan ceramah pun terus mengalir.
Bila sudah berdiri di atas mimbar, puluhan ribu orang siap menyaksikannya berceramah. Suaranya khas. Penampilannya berwibawa. Gaya tuturnya sederhana serta sering dibumbui humor segar. Pengetahuan agamanya sangat mumpuni.
Caranya membacakan Alquran atau mengutip sumber-sumber begitu fasih. Di sela-sela ceramahnya, sering pula menyuarakan kritik yang tajam tentang ketidakadilan sosial, kemiskinan, kesenjangan, dan masalah-masalah lainnya yang aktual.
Islam di tangan KH Zainuddin MZ terbilang menjadi renyah, mudah dicerna, dan selalu tersampaikan dalam nuansa penuh humor. Tampilan wajah Islam terlihat penuh kasih sayang, rahmatan lil alamin, dan mampu menyentuh nalar masyarakat akar rumput dari berbagai aliran.
Kemampuan Zainuddin menampilkan aspek-aspek indah serta luhur dari Islam menjadikan Islam dapat diterima oleh publik luas lintas identitas. Jika diamati dengan cermat lewat setiap ceramahnya, struktur pemikiran keislaman KH Zainuddin MZ terdiri dari tiga komponen utama yakni semangat lokalitas yang merupakan cerminan dari pemikiran yang khas orang berkebudayaan Betawi, yang menghargai pluralitas dan kuat berkeislaman secara substansial dan terlihat unik penuh humor secara visual.
Komponen berikutnya adalah medium perjuangan yakni bahwa pemikiran Islam KH Zainuddin MZ disampaikan dengan menggunakan medium ceramah dan dakwah di level kultural, serta menggunakan medium partai di level politik praktis. Sementara komponen lainnya adalah adanya visi edukasi dalam setiap pemikiran keislaman KH Zainuddin MZ di mana visi ini menyeimbangkan antara pengejaran aspek duniawi tanpa mengabaikan tujuan ukhrawi.
Zainuddin sempat berkecimpung di dunia politik pada 1977. Dia pernah bergabung di PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Keterlibatannya dalam partai berlambang ka’bah itu tidak bisa dilepaskan dari guru ngajinya, KH Idham Khalid.
Namun di awal tahun 2002, karena merasa tidak cocok dengan PPP, Zainuddin bersama rekan politiknya mendeklarasikan PPP Reformasi yang kemudian berubah menjadi Partai Bintang Reformasi (PBR). Ia juga secara resmi ditetapkan sebagai calon presiden oleh partai ini. Zainuddin pun menjadi ketua umum pertamanya di PBR sampai tahun 2006. Kemudian terjadi pertikaian di PBR, Zainuddin pun kembali ke PPP atas tawaran Ketum PPP Suryadharma Ali.
Pada 5 Juli 2011, kabar duka datang tiba-tiba. KH Zainuddin MZ menghembuskan nafas terakhir dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Pusat Pertamina, karena serangan jantung dan gula darah.
Beberapa jam sebelumnya, Zainuddin masih sempat sarapan pagi di rumahnya di bilangan Gandaria, Jakarta Selatan. Dia ditemani seperti biasa oleh istri dan anak-anaknya. Namun, tak lama kemudian, sang kepala keluarga itu pingsan. Istri dan anak-anaknya segera membawanya ke Rumah Sakit.
Lautan manusia mengantar pemakamannya. Alunan doa, takbir, dan tahlil tak henti mengalir dari mulut mereka yang mengiringi jenazah sang kiai. Jasadnya dikebumikan di halaman belakang Masjid Fajrul Islam, yang terletak di seberang rumah pribadi almarhum di Jakarta. []
Diskusi tentang post ini