Selain itu, sebagian cukup besar kebutuhan barang modal dan teknologi harus didatangkan dari luar negeri. Untuk membayarnya, dibutuhkan mata uang asing atau devisa. Oleh karena nilai ekspor belum menghasilkan devisa yang mencukupi, maka diperlukan utang yang bersumber dari luar negeri.
Sejak era Soeharto, kedua alasan itu yang menjadi alasan teknokratis dari utang. Istilah yang lebih dikenal saat ini, yaitu utang produktif sebenarnya tidak berbeda jauh penalarannya. Pada era sebelumnya, utang pemerintah memang sempat lebih karena alasan kesulitan yang dihadapi rakyat. Contohnya utang untuk pemenuhan pangan dan kebutuhan lainnya yang mendesak dan terkait langsung keberlangsungan pemerintahan saat itu juga.
Secara teoritis dan teknis, tersedia beberapa kebijakan untuk membiayai defisit selain berutang. Diantaranya adalah dengan mencetak uang dan atau menjual aset negara. Dan pada praktik kebijakan fiskal di Indonesia, semua jenis tersebut pernah dijalankan. Pada era Pemerintahan Jokowi, pilihan utamanya adalah dengan berutang.
Mengenai alasan pemerintah tentang utangnya bersifat produktif memang cukup beralasan, jika dilihat dari contoh beberapa program prioritas dan alokasi anggaran tematik. Akan tetapi, cukup jelas bahwa tidak semua dana dari utang selama beberapa tahun terakhir ini untuk keperluan produktif, dalam artian demikian. Sebagian cukup besar untuk membiayai operasional rutin pemerintahan.
Salah satu contoh analisis adalah membandingkan antarjenis belanja pemerintah pusat (BPP). Pada realisasi APBN 2015 sampai dengan 2020, rerata porsi jenis belanja modal hanya 16,57% dari total BPP. Setara dengan belanja pembayaran bunga utang yang berporsi 16,58%. Lebih kecil dari belanja pegawai sebesar 24,05%, dan belanja barang sebesar 20,88%.
Contoh lain adalah seberapa besar peningkatan nilai aset Pemerintah selama periode tersebut. Terutama nilai aset yang telah dibeli atau dibangun berdasar narasi kebijakan tentang proyek prioritas. Hanya saja dalam soalan ini, perlu pencermatan tentang aspek revaluasi dan devaluasi nilai aset tetap ataupun aset investasi jangka panjang. Tidak bisa sepenuhnya membandingkan peningkatan nilai aset selama kurun tertentu dan tambahan utang pada kurun yang sama.
Bagaimanapun, sebagai indikasi awal untuk dikaji lebih cermat bisa diperbandingkan penambahan nilai aset pemerintah pada masing-masing periode. Dikaitkan dengan tambahan utang pada periode yang sama. Secara lebih khusus dianalisis kenaikan nilai aset tetap. Dalam hal aset tetap, perlu diperhatikan dan dipisahkan nilai aset tanah dan yang bukan tanah, karena besarnya pengaruh perkembangan harga tanah.