Salah satu jenis aset tetap yang banyak dikemukakan dalam narasi kebijakan adalah “Jalan, Irigasi, dan Jaringan”. Nilainya sebelum akumulasi penyusutan pada akhir tahun 2019 sebesar Rp852,16 triliun. Bertambah sebesar Rp375,91 triliun dari nilai akhir tahun 2014. Jika memperhitungkan nilai akumulasi penyusutan, maka nilainya sebesar Rp618,05 triliun pada tahun 2019, bertambah sebesar Rp321,64 triliun dibanding nilai tahun 2014.
Grafik 1: Aset Jalan, Irigas, & Jaringan, 2008-2019
Sumber data: LKPP audited beberapa tahun, diolah
Jika diperbandingkan kenaikan nilai aset “Jalan, Irigasi, dan Jaringan” antar periode pemerintahan, tidak tampak adanya persentase kenaikan. Hanya nilainya yang meningkat. Sebagai contoh, kenaikan antara nilai tahun 2019 dibanding tahun 2014 dalam nilai aset sebelum penyusutan hanya sebesar 178,93%. Sedangkan nilai aset tersebut bertambah 254,79%, antara nilai tahun 2014 dibandingkan tahun 2009.
Akan tetapi jika disertakan nilai aset tanah dalam perbandingan, memang terjadi peningkatan yang luar biasa pada periode 2014-2019. Nilai tanah meningkat 348,22% pada tahun 2019 dibanding nilai tahun 2019, karena adanya revaluasi. Dan dengan demikian, amat berpengaruh pada peningkatan nilai aset tetap dan nilai keseluruhan aset.
Dalam konteks bahasan di sini, sulit untuk disimpulkan bahwa kenaikan posisi utang yang signifikan diartikan lebih karena peningkatan kepemilikan aset tetap oleh pemerintah.
Grafik 2: Aset tanah, 2008-2019
Sumber data: LKPP audited beberapa tahun, diolah
Hampir serupa dengan itu, argumen peningkatan belanja infrastruktur merupakan bukti utang bersifat produktif juga tidak sepenuhnya benar. Jika dicermati nilai kenaikannya, dengan penyesuaian definisi yang sebanding antar periode, kenaikan tidak terbilang spektakuler. Dapat ditambahkan bahwa dalam hal belanja subsidi, terjadi penurunan pada era pemerintahan Jokowi. Bisa dimaknai telah tersedia perpindahan alokasi dana untuk keperluan lainnya, termasuk infrastruktur.
Pengertian produktif yang mungkin perlu lebih dikedepankan adalah bukan sekadar keluaran (output), melainkan hasil (outcome) dan dampak (impact). Kajian dan penjelasan tentang hal ini tampak kurang. Sekurangnya tidak menjadi wacana publik. Tentang apa atau seberapa hasil dan dapmpak dari jalan, bandara, jaringan, dan lain-lain tersebut.
Secara lebih sederhana, jika utang bersifat produktif akan tampak pada laju kenaikan Pendapatan Negara yang signifikan. Oleh karena Pemerintah tidak berorientasi pada kenaikan pendapatannya sendiri saja, melainkan pada seluruh komponen negara, maka diukur dari kenaikan PDB. Sejauh ini, data perkembangan kurang mendukung klaim produktifnya utang pemerintah.