Scroll untuk baca artikel
ragam

Mengulik Perilaku Keagamaan Baby Boomers di Media Sosial pada Etnis Narathiwat, Thailand (Habis)

Redaksi
×

Mengulik Perilaku Keagamaan Baby Boomers di Media Sosial pada Etnis Narathiwat, Thailand (Habis)

Sebarkan artikel ini
Tim Riset Kelompok A terdiri dari Ahmad Fahrrudin, Ibtisam Han dan Yahya Saraka tengah melakukan interview dan diskusi terbatas dengan informan dari Babo/Ulama yang mengabdi di Pondok Pesantren Ma’had Al Ulum Ad-Dhiniyah Narathiwat

Hasil kesimpulan dari interview   terhadapi nforman penelitian diperoleh sejumlah temuan penelitian. Diantaranya  kalangan baby boomers di Narathiwat  cukup familiar dengan Medsos. Berbeda dengan di tingkat dunia maupun Indonesia, Medsos yang paling banyak digunakan di Narathiwat adalah Line. Suatu platform Medsos sosial yang juga dapat berfungsi sebagai instant messenger. Biasanya digunakan untuk chatting, berkirim pesan, dan berinteraksi dengan pengguna lain. Line tersedia di semua perangkat ponsel cerdas (iPhone, Android, Windows Phone) dan juga di PC dan Table.

Perbedaan pemahaman keagaman pada sejumlah masalah cabang (furuiyah) atau perbedaan pendapat (khilafiyah khilafiyah, di Medsos menjadi narasi paling krusial. Informan Muhammad Tohir bih Haji Abdullah merinci sejumlah narasi keagamaan yang menjadi sumber perdebatan. Misalnya, tentang membaca basmalah sebelum membawa surat Al-Fatihah dalam shalat atau tidak membaca basmalah; saat membaca salawat Nabi Muhammad SAW sambil berdiri atau cukup duduk saja;  penentuan shalat Idul Adha dengan cara ru’yat dan hilal atau mengacu pada pelaksanaan Idul Adha di Arab Saudi, dan sebagainya.

Menurutnya, perbedaan paham keagamaan seputar ini tidak terlepas dari imbas kontestasi penganut paham Salafi dan Khalaf yang sudah lama datang maupun baru ke Narathiwat. Dan makin krusial setelah masuk di jagat digital. Secara bahasa, kata salaf atau salafi berarti umat terdahulu. Golongan ini adalah generasi yang dianggap dan menganggap dirinya  sholeh yang berusaha menghidupkan kembali ajaran agama. Sedangkan Khalaf adalah generasi yang datang setelah salaf, yang berarti masa pengganti atau kemudian. Ulama khalaf disebut juga ulama rasionalis yang berhaluan kontekstual. Khalaf melihat dalil dari segi siyaqoh (konteks), yaitu dengan melihat sisi sosial, sejarah dan antropologi. 

Perbedaan khilafiyah tersebut bukan hanya sekadar pada tataran perbedaan kategori pendefinisian doktirn maupun praktik keagamaan menjadi bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah dhalalah (sesat), melainkan juga tidak jarang diikuti dengan kekerasan verbalistik yang menjurus ujaran kebencian (hate speech). Hingga terjadi pengelompokan masyarakat secara tajam (blok). Bahkan sempat terjadi suatu kelompok masyarakat membuat masjid tersendiri. Hal ini terjadi menurut Abdul Karim Abdul Karim bin Abdul Hamid (tingggal wilayah Menara, Narathiwat),  sebagai akibat kekurangpahaman dalam doktrin keagamaan serta ekses negatif dari Medsos.

Begitupun bukan berarti perdebatan khilafiyah atau furuiyah yang terjadi di Medsos, dibiarkan berlarut-larut dan tidak ada solusi (pemecahannya). Solusinya adalah dengan cara membawa masalah tersebut  kepada Babo (ulama atau kyai di Indonesia) untuk dimintakan pandangan kegamaan,  baik melalui pengajian secara of line maupun secara on line (grup-grup Line). Di Narathiwat Babo merupakan tokoh sentral yang menjadi panutan masyarakat dalam pemahaman dan praktik keagamaan.

Sejumlah Babo yang terkenal di Narathiwat, Yala, dan Pattani. Diantaranya Babo Syekh Abdul Aziz al-Fathoni (almarhum), Babo Ismail Sepanjang, Babo Faisol Al-Dawla, untuk menyebut sejumlah nama. Sedangkan Babo dari Indonesia yang paling terkenal di Narathiwat, Yala  dan Pattani adalah Ustaz Abdul Shomad (UAS). Penyebabnya mungkin karena UAS  berasal dari etinis Melayu di Indonesia. Para Babo tersebut bukan hanya piawai dalam memberikan maklumat (ceramah agama) secara konvensional atau tatap muka (ofline), melainkan juga mampu dalam menggunakan Medsos secara efektif atau tepat sasaran.