Scroll untuk baca artikel
ragam

Merajut  Asa Pendidikan Anak; Pekerja Imigran Indonesia di Malaysia (Bagian Kedua)

Redaksi
×

Merajut  Asa Pendidikan Anak; Pekerja Imigran Indonesia di Malaysia (Bagian Kedua)

Sebarkan artikel ini
Fakultas Dakwah Universitas PTIQ melakukan MOU dengan Pengelola SB Al-Amien, Sentul, Kuala Lumpur, Malaysia

Oleh: Achmad Fachrudin

DALAM perjalanan ke Kuala Lumpur Malaysia, rombongan Fakultas Dakwah Universitas PTIQ  berkesempatan berkunjung ke Sanggar Bimbingan (SB) Sentul Kuala Lumpur (SBSKL) atau disebut juga dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (Community Learning Center/CLC) pada Selasa (13/8).  Disini, rombongan menyaksikan langsung aktivitas SBSKL yang mampu menampung sekitar 40-50 orang anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) berumur antara 6 hingga 12-an. Kondisi anak-anak PMI secara umum memperihatinkan dan mengenaskan, terutama pelayanan pendidikan. Sehingga mendorong rombongan untuk lebih mendalami  problemnya, memberikan solusi  serta memberikan donasi untuk membantu kegiatan SBSKL.

Di Malaysia sendiri kini terdapat sekitar 500 SB/CLC yang dikelola oleh PMI maupun Kedubes Indonesia (KJRI) di Malaysia. Jumlah anak PMI di Malaysia mencapai sekitar 200.000 ribuan. Sementara jumlah PMI di Malaysia mencapai sekitar 2,7 juta orang (Kementerian Luar Negeri/MOFA, 2020). Selain SBSKL, terdapat Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL).  Namun sekolah tersebut hanya bisa menampung sekitar 500 orang. Itupun  diperuntukan bagi anak yang orang tuanya dari kalangan  pejabat/pegawai KBRI atau orang-orang kaya Indonesia yang bekerja di Malaysia.

SB atau Sanggar Bimbingan merupakan tempat belajar anak-anak PMI yang lahir di Malaysia, namun tidak memiliki kewarganegaraan alias stateless. Status stateless tersebut disebabkan oleh orang tua mereka tidak diperbolehkan menikah dan memiliki keluarga di Malaysia. Akibatnya, kebanyakan anak-anak PMI di Malaysia tidak memiliki atau tidak membawa dokumen kependudukan. Seperti Akte Kelahiran dan Paspor. Penyebabnya, karena status orang tua mereka yang sebagian besar merupakan PMI tidak berdokumen ketika bekerja di Malaysia.

Ketiadaan dokumen ini menjadi salah satu hambatan dalam proses pendaftaran anak-anak di Data Pokok Pendidikan (DAPODIK), sehingga pengelolaan CLC tidak bisa optimal. Dampaknya anak-anak tersebut tidak diperbolehkan bersekolah di lembaga pendidikan resmi milik Pemerintah Malaysia, melainan sekolah tidak resmi, atau non formal. Setara Paket A, B atau C di Indonesia.Begitupun, bagi anak yang beruntung, dapat diberangkatkan ke Indonesia untuk beroleh pendidikan di Indonesia.

Seperti pada Juli 2024, sebanyak 471 siswa dari anak-anak PMI di Malaysia berangkat kembali ke Indonesia untuk melanjutkan pendidikan dengan beasiswa Generasi Maju Cinta Tanah Air (Gema Cita) dari Pemerintah Indonesia. Mereka akan melanjutkan pendidikan ke sekolah-sekolah mitra Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) dan juga yayasan di Indonesia yang tersebar di 11 provinsi, yakni:  Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Yogyakarta, Banten, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara.

Dosen Universitas PTIQ Dr. Ellys Lestari Pambayun berkesempatan memberikan motivasi pada anak-anak di SBSKL.

Dosen Universitas PTIQ Dr. Ellys Lestari Pambayun berkesempatan memberikan motivasi pada anak-anak di SBSKL.

Problem stateless tersebut, berdampak negatif  terhadap intelektual, mental dan psikologi serta proses pendidikan anak-anak PMI di SBSKL. Diantaranya anak menjadi kurang rasa percaya diri, sulit menerima materi pembelajaran, tidak fokus dalam mengikuti pembelajaran dan lain-lain. Hal tersebut diungkapkan Silvia  Durotun Nadifah dan Sheila Salmaa, dua orang nahasiswi dari sekitar 60 orang Mahasiswa Fakultas Tarbiyah Universitas PTIQ yang tengah mengikuti Kegiatan Kuliah Khidmah  Mahasiswa Internasional (KKMI). Itulah sebabnya, ungkap keduanya ketika ditemui penulis di SBSKL, dalam proses ajar-mengajar bukan hanya menjadi guru atau pembimbing melainkan juga berperan layaknya orang tua angkat.