SEPOTONG BESI BERKARAT
Adakalanya mengangkat sepotong besi bernyali. Tersiar langkahkan kaki memusat ke ruang sunyi. Pada sumur itu lakaran denyut nadi semakin dalam semakin nyeri.
Lalu ia berdiri dan apabila bayangan itu bergeser ia berkata, pergilah. Jika ia tidak ingin pergi, sungguh ia akan menjadi rupa kalah. Suara jiwa menyimpang melalui lidah.
Setiap angin berhembus, bintang gemintang dan mayapada tertunduk luruh menjadi saksi bahwa ia adalah hamba. Jangan palingkan muka apalagi meneteskan airmata. Ikrar sebagai kawula menempa kembali dadanya.
Apakah karena persolekan pada tubuh itu. Jauh untuk mengharapkan penghambaan kepadamu. Terlukis dalam hati pengemis yang kokoh berdiri di pelataran rumahmu.
Ia hanyalah sepotong besi berkarat. Pada sumur tua itu ia tersesat. Melihat bayang malaikat.
MERAWAT KEMERDEKAAN
Seperti aku menanam bunga. Aku berikan pupuk terpenuhi nutrisinya. Siraman air kasih bersirkulasi segar menawan.
Bungaku tidak gemar berfoto selfi. Bungaku berfotosintesis. Supaya tumbuh dan berkembang. Agar berkembangbiak dan mampu menghasilkan cadangan makanan. Kabohidrat supaya) ia kuat. Lalu ia lepaskan oksigen ke udara bebas. Berbagi kepada mereka yang membutuhkan.
Bungaku digangu sang hama aku menjaganya. Supaya ia tumbuh perkasa. Bungaku terserang penyakit akupun mengobatinya. Ada gulma di sekitar bungaku aku berusaha membersihkannya. Semoga ia tidak kerdil dan mampu menghasilkan generasi luar biasa.
HIJAB SUNYI
Cinta itu ketaatan. Aku rindu dengannya, iapun akan rindu padaku. Barangsiapa ingin jumpa dengannya, ia akan berikan kesunyian untukmu.
Keagungannya tidak kuat aku pikirkan. Aku hanya mencoba menahan diri dari keinginan. Sesungguhnya kesunyianlah tempat tinggalku.
Pada kesunyian aku bersabar. Mengusir jejak luka menyeru namanya. Di pagi dan petang hari mengharap ridhonya.
Aku ingin membuka hijab kesunyian. Dengan penghancur kenikmatan yakni kematian. Dengan namamu aku hidup, kesunyian dengan namamu.