Kritikan juga disampaikan Mahathir Mohamad, mantan Perdana Menteri Malaysia. Dalam pernyataan melalui akun resmi media sosial miliknya, Mahathir menyebut pemberlakuan status darurat hanya akan memberikan tambahan kekuasaan di tangan PM Muhyiddin.
“PM Muhyiddin tidak melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan sebagai pemimpin negara ketika menghadapi pandemi saat ini. Dia memiliki anggota kabinet yang banyak, tetapi sejauh ini tidak memberikan kontribusi apapun kepada kesejahteraan rakyat dan negaranya,” kata Mahathir.
Sejak itu, oposisi menganggap Muhyiddin melanggar konstitusi. Pelahan-lahan mayoritas anggota parlemen meragukan kapabilitasnya dan legitimasinya terus-menerus dipertanyakan.
Mundurnya PM Muhyiddin mengakhiri drama politik di negara multi-etnis berpenduduk 32 juta jiwa itu. Minimnya dukungan parlemen membuatnya tak bisa melanjutkan kekuasaan. Meski demikian, PM Muhyiddin mendaku bahwa rakyat Malaysia sebetulnya masih menginginkannya memerintah.
“Ini kehendak kelembagaan dan saya patuh,” kata PM Muhyiddin, dikutip dari siaran langsung media setempat.
“Mudah-mudahan Raja diberikan rahmat kebijaksanaan untuk memilih PM yang baru menurut kehendak lembaga persekutuan,” tuturnya di kesempatan lain.
Sejumlah nama kandidat pengganti PM Muhyiddin muncul di antaranya politisi Malaysia, Anwar Ibrahim. Namun belakangan yang lebih santer disebut adalah Wakil PM Ismail Sabri Yaakob dan anggota parlemen veteran Tengku Razaleigh Hamzah. [dmr]