Scroll untuk baca artikel
Blog

Negara Partitokrasi, dan Kewajiban Menolak Perilaku Anti Demokrasi

Redaksi
×

Negara Partitokrasi, dan Kewajiban Menolak Perilaku Anti Demokrasi

Sebarkan artikel ini

Lebih lanjut Gus Hamid juga memaparkan 3 (tiga) unsur penting yakni Negara, parpol, masyarakat (termasuk media). Tetapi yang menjadi masalah, saat ini Negara atau eksekutif telah melakukan kolusi dengan legislatif di mana ditengarai 82 % anggota parlemen adalah mereka yang pro kekuasaan. Jika demikian halnya maka negara telah berubah menjadi Negara Partitokrasi.

Sebuah tatanan politik yang mengatasnamakan demokrasi, tetapi pada praktiknya parpol menjadi pemain utama dengan melakukan penetrasi di berbagai lembaga negara dan publik.

Negara demokrasi yang dibelakangnya adalah kekuatan oligarki bisnis dan oligarki kepartaian. Maka dengan demikian negara tidak lagi independen. Negara diperkirakan tidak lagi bisa melakukan tugas etisnya.

“Misalnya tanggungjawab etis dari negara dalam hal membangun kesejahteraan rakyat, keadilan sosial, menghilangkan suasana horor dan lain-lain yang merupakan tugas etis suatu negara. Tetapi itu semua menjadi hilang jika negara sudah masuk ke dalam pola Partitokratisme, di mana oligarki yang mengendalikan negara atau Negara telah mengubah dirinya menjadi instrument oligarki,” tandas Gus Hamid yang menggantikan Prof Didik J Rachbini sebagai Ketua Dewan Pengurus LP3ES.

“Orientasi kebijakan negara menjadi selalu berorientasi angka. Kalkulasi yang ditonjolkan selalu aneka kepentingan dan seterusnya, atau telah berorientasi profit. Misalnya pencabutan subsidi yang terus menerus, dari subsidi listrik, BBM, gas, itu adalah manifestasi negara yang tidak lagi berorientasi pada tanggungjawab etisnya, tetapi telah berorientasi mewakili kepentingan oligarki,” imbuh Gus Hamid lagi.

Gus Hamid juga berpandangan, bahwa jika demikian yang terjadi, maka sesugguhnya negara ini telah kehilangan HAK ETIS nya.

“Harus diingat bersama, Negara adalah entitas metafisik, di mana setiap warga negara menyerahkan kedaulatannya kepada negara untuk diakumulasikan menjadi suatu kekuatan yang ditujukan bagi kehidupan, keadilan dan kesejahteraan bersama. Jika tidak lagi berorientasi pada kepentingan publik maka dengan demikian tidak lagi bisa disebut Negara,” katanya.

Karena itu wajar jika kemudian negara telah berubah fungsi menjadi alat teror yang menimbulkan ketakutan warga masyarakat. Negara telah berubah menjadi entitas yang menyeramkan.

“Lalu siapa yang paling bertanggungjawab? jawabannya adalah : Partai Politik. Sebagi salah satu pilar demokrasi, partai politik yang tidak lagi bisa menjadi alat perjuangan kepentingan konstituen dalam hal ini rakyat pemilihnya, maka partai politik itu sudah bermasalah besar,” tambahnya lagi.