BERITA
Kepada suatu hari, berita terbit
Seperti matahari
Kantor dan lembaga pemerintah belum buka
Embun masih menempel di kaca
Ia mengetuk
Pintu kesadaran
Sebuah reportase, sebuah bahasa
Tentang kata
Menjelma warna bunga
Violet jadi biru
Membakar dan menyamar
Mencair di kening: pikiran yang lewat
Tanah basah yang dikuak, burung ekor panjang
Nyanyi merdu
Jangkrik mengerik, mengais kemarau
Sejak itu apa yang dapat dipercaya
Halaman dan kertas sunyi
Terbaring batang pohon di tengah jalan
Pandangan kagum pada mata
Seandainya dapat menemukan jawab
Akan ada banyak waktu
Menimang bayi bernama berita
Bibir merapat pada pintu yang terbuka
Membentuk aliran cerita
Indramayu, 2019
MEMBUAT TEMA
Kita awali dari membuat tema, percakapan
Bulan yang menggelinding jatuh di sebuah kota
Masuk ke auditorium hotel berbintang
Ada diskusi sastra—puisi dan cerita kesepian
Penyair yang sibuk menafsir
: hujan dan rindu, senja dan kehilangan
Hilang bahasa dan kosakata, kamus
Pikiran berlalu tanpa gairah sama sekali
Menyimak kota ke kota yang sama, berputar-putar
Termenung bagai patung dan membatu
Mencari celah pintu
Meloncat ke ruang yang terbuka
Dari dermaga yang mendorong kapal ke samudra
Angin menggoncang lirik dan sajak
Embusan menggulung selubung dan beku
Cair matahari pagi
Ombak menemukan irama
Sisik ikan berkilau di tangan nelayan
Indramayu, 2019
GOYAH
Sesudah berdiri di tubuhmu, seekor terwelu
Melangkah goyah ke sungai merah
Angin mengancam ke segala arah, lompatan waktu
Memuntahkan bayangan
Melawan jaringan komunikasi
Tidak,
Tak ada kincir angin di sini, melembabkan udara diam
Lenguh sapi mencari hijau rumpun alfalfa
Membuat rancangan musim kembali ke kulit
Menghapus lagi peluh laut di dahi
Sajak pun hilang, melepas peluk pada kerutan
Tanpa jahit
Satu demi satu fragmen dari warna terurai
Kuning kembali ke matahari, biru kembali ke langit
Menjadi apa saja ke asal sebelum ke muasal
Indramayu, 2019
NEGASI
Balon menggelembung di lengan jembatan
Sore itu
Jadi matahari senja yang kelabu
Kaudatang naik odong-odong, menyanyikan lagu
“Balonku ada lima” yang sudah kauletuskan
Ratusan kali—tanpa ditiup
Seperti pertemuan, mengering tatkala siang
Menghapus rancangan gaun
Biarlah ini jadi negasi, yang kauketik di mesin tik
Meloncat kata, tanpa terbaca
Lepas cerita pagi tanpa matahari
Indramayu, 2019
Faris Al Faisal, lahir dan berdikari d(ar)i Indramayu, Jawa Barat, Indonesia. Bergiat di Komite Sastra, Dewan Kesenian Indramayu (DKI) dan Lembaga Kebudayaan Indramayu (LKI).
Namanya masuk buku “Apa dan Siapa Penyair Indonesia” Yayasan Hari Puisi. Pada “World Poetry Day March 21” menuntaskan 1 Jam Baca Puisi Dunia di Gedung Kesenian Mama Soegra Dewan Kesenian Indramayu (2021). Puisinya mendapat Hadiah Penghargaan dalam Sayembara Menulis Puisi Islam ASEAN Sempena Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara ke-9 Tahun 2020 di Membakut, Sabah, Malaysia, Juara 1 Lomba Cipta Puisi Anugerah RD. Dewi Sartika dan mendapat Piala bergilir Anugerah RD. Dewi Sartika, Bandung (2019).
Mendapatkan juga Anugerah “Puisi Umum Terbaik” Disparbud DKI 2019 dalam Perayaan 7 Tahun Hari Puisi Indonesia Yayasan Hari Puisi, dan pernah Juara 1 Lomba Cipta Puisi Kategori Umum Tingkat Asia Tenggara Pekan Bahasa dan Sastra 2018 Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tersiar pula puisi-puisinya di surat kabar Indonesia dan Malaysia. Buku puisi keduanya “Dari Lubuk Cimanuk ke Muara Kerinduan ke Laut Impian” penerbit Rumah Pustaka (2018). Email ffarisalffaisal@gmail.com, Facebook www.facebook.com/faris.alfaisal.3, Twitter @lfaisal_faris, IG @ffarisalffaisal