BARISAN.CO – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) resmi menerapkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mencoba penerapan NIK sebagai NPWP dalam perayaan Hari Pajak 2022. Didampingi Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo, Menkeu Sri Mulyani mendemokan login ke aplikasi pajak.go.id menggunakan NIK jadi NPWP.
Menkeu Sri Mulyani mengatakan saya sudah mencobanya sendiri kemarin saat peresmian implementasi NIK sebagai NPWP dalam rangkaian acara Peringatan Hari Pajak ke-77.
“Selain bertujuan menyederhanakan perpajakan. Penggantian NIK sebagai NPWP ini juga merupakan bagian dari reformasi perpajakan jilid II,” ungkap Sri Mulyani seperti dikutip dari akun Instagram resminya @smindrawati, Rabu (20/7/2022).
Menurut Dirjen Pajak Suryo Utomo NIK resmi jadi NPWP untuk memudahkan masyarakat ke depannya dalam berbagai aktivitas.
“Jadi masyarakat tidak perlu mengingat dua nomor lagi, namun cukup satu,” imbuhnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor mengatakan dengan adanya NIK sebagai NPWP), masyarakat akan semakin mudah dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya.
Perlu dipahami bahwa penggunaan NIK sebagai NPWP tidak lantas membuat semua yang ber-NIK harus membayar pajak.
“Pemilik NIK yang wajib membayar pajak adalah yang NIK-nya sudah diaktivasi. NIK baru diaktivasi jika pemilik NIK sudah memenuhi syarat subjektif dan objektif. Yaitu sudah berusia 18 tahun dan memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yaitu 54 juta rupiah setahun. Untuk tatus belum menikah dan tidak ada tanggungan (TK/0) atau omzet di atas Rp500 juta setahun khusus untuk wajib pajak orang pribadi usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM),” jelasnya Neil.
Kebocoran data
Sementara itu, Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengingatkan soal kerentanan kebocoran data terkait integrasi Nomor Induk Kependudukan dan Nomor Pokok Wajib Pajak.
“Perlu dicermati soal integrasi data pajak dan kependudukan bisa muncul masalah kerentanan data bocor,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Antaranews, Rabu (20/7/2022).
Ekonom Bhoma Yudhistira mencontohkan beberapa data kependudukan yang pernah mengalami kebocoran. Sebelumnya seperti data BPJS maupun data NIK yang disetor di e-commerce sebagai bentuk KYC (know your customer).
Selanjutnya, Bhima meminta Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Dalam Negeri untuk meningkatkan sistem keamanan siber guna mencegah kebocoran dan penyalahgunaan data.